UU PILKADA SYARAT KEPENTINGAN DAN BUKTI LEMAHNYA PRESIDEN
Sebelum terjadinya
transisi dalam parlemen, DPR telah mengesahkan sebuah UU yang saat ini menjadi
pro dan kontra di masyarakat. UU ini begitu menimbulkan sebuah polemik di
negara ini. Banyak elit-elit yang akhirnya angkat bicara dengan adanya polemik
ini. Sebuah UU yang seakan-akan dibuat hanya untuk kepentingan Partai Koalisi
yang kemarin telah kalah dalam pemilihan Presiden 2014. Disini akan diutarakan
dua sisi yang begitu mengganjal dalam polemik UU Pilkada tersebut.
UU Pilkada dengan sistem pemilihan tidak langsung,
melanggar hak warga negara Indonesia. Padahal kekuasaan tertinggi dalam UUD
adalah seluruh warga negara Indonesia yang dilaksanakan oleh UUD 1945. UU ini
juga melanggar salah satu prinsip Demokrasi yaitu kontestasi. Dalam prinsip
tersebut hanya bisa dilakukan dalam pemilihan langsung. Dimana calon kepala
daerah dapat menunjukkan visi misinya dihadapan warga negara langsung. Bahkan
menurut Abraham Lincoln Demokrasi itu dari Rakyat, untuk Rakyat dan oleh
Rakyta. Ini membuktikan bahwa Demokrasi harus melibatkan Partisipasi Rakyat
bukan diwakilkan. Karena apabila pemilihan tersebut tidak dilakukan secara
langsung siapa yang bisa mewakili kaum-kaum perempuan ?
Apabila kita presentasekan ada berapa perwakilan
perempuan didalam parlemen ? hanya sedikit. Dengan adanya pemilihan langsung
baik itu ditingkat daerah dapat menjadi solusi agar tidak adanya diskriminasi
kaum perempuan. Perempuan bisa memilih kepala daerahnya langsung sama halnya
seperti laki-laki. Dan karena perempuan juga merupakan warga negara Indonesia
yang ada di Daerah. Mereka juga mempunyai peran untuk membangun daeranya.
Dalam sudut pandang kedua tentang lembeknya kepemimpinan
SBY sebagai Presiden. Kita tahu memang Presiden SBY akan lengser. Tapi disini
rakyat membutuhkan ketegasan SBY sebagai Presiden. Kejanggalan dalam keputusan
Presiden SBY adalah memutuskan untuk menolak UU Pilkada yang pemilihannya tidak
langsung. Dalam UUD seudah dijelaskan bahwa setiap RUU (Rancangan
Undang-Undang) harus dibahas oleh DPR dan Presiden. Dari sini sudah jelas,
bahwa Presiden menyetujui pembahasan RUU tersebut. Disaat RUU itu disahkan,
justru Presiden dengan keras menolak UU tersebut.
Menolak UU dan tidak mau menandatangani UU tersebut.
Dalam UUD sudah jelas apabila Presiden selama 30 hari tidak ditandatanganinya
UU tersebut maka UU tersebut menjadi sah serta berlaku. Jadi semenolaknya
Presiden terhadap UU tersebut maka tetap UU itu pasti berlaku. Dan saat ini
Presiden memutuskan untuk membuat Perpu pengganti Undang-Undang yaitu Perpu
Pilkada Langsung. Dalam setiap pembuatan Perpu, UU yang akan digantikan harus
ditandatangani Presiden. Dan Perpu tersebut juga harus diusulkan dan disetujui
oleh DPR. Jadi Perpu tersebut belum kuat secara hukum untuk diberlakukan. Dan
apabila Perpu tersebut ditolak oleh DPR maka secara otomatis UU Pemilukada tak
langsung berlaku.
Sejatinya negara ini harus mempertahankan sebuah sistem
pemerintahan kita yaitu Presidensil. Dimana Pemilu harus dilakukan secara
langsung. Baik itu Presiden maupun kepala Daerah. Tanggung Jawab pemimpin itu
berada di tangan rakyat, bukan berada di tangan DPRD. Dalam UUD memang sudah
dijelaskan Gurbenur, Bupati dan Wali Kota dipilih secara Demokratis. Namun
disini alasan dipilih secara DPRD juga Demokratis hanyalah sebuah manipulasi
saja. Dimana-mana Prinsip Demokrasi salah satunya adalah kontestasi sehingga
apabila dipilih secara Demokratis harus dilakukan pemilihan secara langsung.
Presiden juga demikian, apabila memang dari awal tidak setuju dengan RUU
tersebut buat apa Presiden menyetujui untuk dibahas. Jadi disitulah akar
permasalahan dalam UU tersebut.
Kharisma Firdaus
Ilmu Politik Unair
Menko Eksternal BEM Unair 2014
Ilmu Politik Unair
Menko Eksternal BEM Unair 2014
Komentar
Posting Komentar