Kontrak Sosial Montesquieu dan Rousseau
Disini penulis akan berbagi tulisan tentang tugas kuliah semester satu di suatu Universitas ternama di Indonesia. Penulis mendapatkan tugas untuk membahas kontrak sosial dari dua Pemikiran yaitu Monterquieu dan Rousseau. Inilah tulisan dari penulis, semoga bermanfaat.
A.
Pendahuluan
Runtuhnya
dominasi gereja memunculkan sebuah peradaban baru yaitu disebut sebagai Abab
pencerahan. Diabad ini manusia bebas melakukan apa saja termasuk menghasilkan
sebuah penemuan-penemuan baru terkemuka untuk dunia modern. Dibandingkan dengan
saat dominasi gereja dulu, penemuan-penemuan tidak begitu banyak sehingga abad
tersebut bisa disebut sebagai abad kegelapan, karena adanya kekuasaan gereja
yang begitu besar dan bersifat otoriter. Abad pencerahan ini menghasilkan
beberapa pemikir terkemuka di dunia setelah hadirnya pemikir Hobbes dan John
Locke, yaitu Montesquieu dan Rousseau, dua pemikir abad pencerahan ini juga
memiliki sumbangsih pemikiran yang sampai sekarang gagasannya masih juga
digunakan.
B.
Montesquieu
Montesquieu lahir 1689 didekat kota
Bordeaux, Perancis. Ibunya wafat ketika Montesquieu masih berusia 7 tahun,
sedangkan Ayahnya meninggal pada tahun 1713, ketika itu ia berusia 24 tahun.
Karena sudah tidak memiliki orang tua, Montesquieu diasuh oleh Pamannya yang
kaya, seorang pastor dan terhormat yaitu Jean Bastiste de Secondat. Montesquieu
mendalami hukum dan pernah menjadi praktisi hukum di pengadilan. Berpergian dan
melakukan kunjungan ke berbagai negara merupakan kesukaan Montesquieu, dimana
itu tidak hanya kesukaannya saja melainkan juga berpengaruh dari karya-karyanya
di kemudian hari. Montesquieu disebut sebagai penulis yang andal, gaya
penulisannya yang cemerlang, pemikiran yang imajinatif, keberanian
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan hipotesis serta asumsi teoretis yang
berbeda dengan pemikir-pemikir pada zamannya, sehingga ia disebut seakan-akan
ditakdirkan Tuhan untuk membaca dan menulis sepanjang hidupnya.
1.
Manusia
Montesqiueu memiliki sebuah karya yang
sangat fenomenal yaitu Spirit of The Laws[1],
dalam buku ini, Montesquieu menjelaskan manusia, dimana tingkah laku dan
perilaku individu disebabkan faktor iklim dan letak geografi, Montesquieu
memberikan contoh bagaimana iklim telah mempengaruhi manusia dalam membuat
rumah. Rumah adalah sarana manusia untuk memproteksi dirinya, didalam rumah ada
manusia yang merasa aman dari gangguan alam dimana bisa saja terjadi
dihadapannya apabila manusia berada di luar rumah. Manusia yang tinggal di
daerah dingin memiliki perbedaan rumah dengan manusia yang tinggal di daerah
panas yaitu bentuk rumah tersebut harus disesuaikan dengan iklim. Begitu juga
dengan pakaian setiap manusia, yang tinggal di daerah dingin dan yang tinggal
di daerah panas memiliki perbedaan.[2]
2.
Trias Politika
Dalam bidang pemikiran politik Montesquieu
memiliki gagasan yang paling terkenal yaitu Trias
Politica, dalam buku western politik
theory yang ditulis oleh Mc Donald dan Lee Cameron pada bab Montesquieu,
mengungkapkan tentang the separation of
power and liberty.[3] Latar belakang
Montesquieu adalah bahwa kedaulatan rakyat bisa dibagi (didistribusikan)
melalui tiga kekuatan, yaitu pada legislatif, eksekutif dan yudikatif dimana
ketiganya memiliki fungsi masing-masing. Dengan adanya pembagian kekuasaan ini
bertujuan untuk membatasi kekuasaan pemerintah, sehingga dalam aturan
distribusi kekuasaan dapat menjamin adanya kebebasan.[4] Gagasan pemisahan kekuasaan
merupakan gagasan yang bertujuan untuk kebebasan, karena Montesquieu pada saat
itu menilai kekuasaan raja-raja Eropa di abad XVIII dan sebelumnya bersifat
absolut. Kekuasaan negara bersifat anti kritik, sementara dilain pihak tidak
ada kekuatan yang secara efektif melakukan kontrol kekuasaan. Kebebasan inilah
yang menjadi tujuan Montesquieu membagi kekuasaan, tujuannya agar adanya sebuah
jaminan kemerdekaan, karena apabila antara legislatif dan eksekutif digabung
maka tidak mungkin terdapat kemerdekaan, begitu juga kekuasaan mengadili perlu
dipisahkan, apabila digabung dengan eksekutif maka yang terjadi penguasa
menjadi hakim yang semena-mena, bertindak dengan kekerasan dan penindasan.[5]
Gagasan pembagian kekuasaan sebenarnya
sudah ada, baik Locke, Montesquieu dan Rousseau juga mengungkapkan gagasan
pembagian kekuasaan. Hanya saja yang membedakan antara pembagian kekuasaan
Montesquieu dan Locke, Montesquieu dalam pembagiannya perlu adanya hukum yaitu
yudikatif, sedangkan Locke tidak menampilkan lembaga yudikatif atau hukum
melainkan menampilkan lembaga federasi. Lembaga legislatif yang dibahas oleh
Montesquieu dan Locke memiliki kesamaan, yaitu sebagai perumus undang-undang
sebagai peraturan-peraturan negara.[6]
Montesquieu disini memiliki model
legislatif yang ideal menurutnya adalah bicameral[7] atau sistem dua kamar,
karena Montesquieu menolak kekuasaan aristokrasi yang dikuasai oleh kaum
bangsawan saja, sehingga sistem ideal menurutnya dalam sebuah parlemen harus
ada wakil-wakil dari kaum bangsawan dan wakil-wakil dari rakyat.
3.
Hukum
Gagasan yang juga penting dari
Montesquieu adalah Hukum. Montesquieu memandang hukum sebagai sesuatu yang
kompleks, dan selalu berubah, dinamik tidak statik, karena hukum tergantung
pada konteksnya yaitu perbedaan tempat, waktu, adat istiadat dan tradisi
masyarakat akan menyebabkan hukum itu berbeda.[8] Sehingga disini hukum akan
berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Montesquieu tidak
membatasi hukum hanya pada masyarakat dan manusia saja, tetapi setiap benda ada
hukumnya sendiri-sendiri. Oleh sebab itu di tengah segala perbedaan dan
beragamnya apa yang ada ini iapun melihat adanya keteraturan, adanya susunan
yang tetap, inilah hukum atau undang-undang alam.
Undang-undang alam adalah hukum alam,
dimana binatang diatur oleh hukum alam, tetapi manusia adalah makhluk yang
cerdas,[9] sehingga manusia mempunyai
hukum yang mengakibatkan adanya keteraturan, tetapi manusiapun mempunyai
kemauan dan oleh sebab itu hukum atau undang-undang alamnya tadi tidak sama
sifatnya dengan apa yang dijumpai umpamanya pada tumbuh-tumbuhan yang tidak
berkemauan itu, karena manusia yang memiliki kemauan dan bisa mengadakan
perubahan, oleh karena itu dia memberikan corak-coraknya dalam undang-undang
yang mengatur dirinya. Manusialah yang membuat hukum dan ini adalah hukum
positif.[10]
Sehingga hukum positif harus didahulukan untuk mengakui hubungan keadilan.[11]
Montesquieu berpendapat bahwa hukum
memiliki dua sifat yaitu umum dan khusus. Hukum bersifat khusus artinya
penerapan hukum pada suatu konteks sosial tertentu perlu melihat aspek seperti
iklim, letak geografis dan adat istiadat masyarakat tempat diberlakukannya
hukum itu. Hukum khusus ini seperti yang telah dijelaskan diatas tentang
manusia yang memiliki perbedaan tempat yang akhirnya mempengaruhi kehidupan
sosial individu atau manusia. Hukum bersifat umum atau universal adalah hukum
yang dapat berlaku umum disemua masyarakat.
4.
Pemerintahan
Montesquieu memiliki tipe pemerintahan,
yaitu dengan mengkatogikan kedalam tiga kelompok tipe pemerintahan: Monarki,
Republik dan Despotisme.[12] Perbedaan dari ketiganya
adalah, Republik menurut Montesquieu dihubungkan erat dengan demokrasi, rakyat
berpegang kepada kebajikan dan baginya ini adalah kejujuran, patronase dan
kecintaan terhadap persamaan. Persamaan ini sangat penting, karena
kelanjutannya adalah perasaan sama bahagia, sama mempunyai harapan yang sama. Namun
Montesquieu melihat bentuk Republik ini pada zaman Yunani Kuno, karena menurut
Montesquieu sistem Republik di Eropa yang jauh lebih modern mengalami
kehancuran. Kehancuran sistem Republik disebabkan timbulnya semangat
kebersamaan yang ekstream. Setiap anggota merasa sederajat dengan para penguasa
yang memerintah, akibatnya adalah rasa hormat telah lenyap, rakyat merasa lebih
tau dan mampu mengatur dirinya. Kerusakan negara juga karena gagalnya memandang
kebebasan, dimana kebebasan membuat manusia tidak hormat dengan yang lebih tua
dan merajalelanya korupsi.[13]
Monarki adalah sebuah negara yang
diperintah beberapa orang aristocrat (bangsawan), atau bisa juga seorang
penguasa. Montesquieu memandang bentuk negara monarki tidak buruk asal saja
penguasa-penguasa negara bersangkutan mematuhi hukum, menghormati rakyat yang
dikuasai dan menghormati hak-hak istimewa kaum bangsawan.[14] Montesquieu berpendapat dalam
monarki ambisi memberikan pengaruh yang menguntungkan karena ia membawa
semangat bagi pemerintah, bahaya ambisi ini akan dihambat oleh sistem
pengawasan dari Montesquieu yaitu Trias
Politica.[15] Kehancuran
monarki menurut Montesquieu disebabkan karena kekuasaan para bangsawan
sewenang-wenang, hukum yang seharusnya mengatur justru tidak berfungsi karena
kekuasaan penguasa diatas hukum.
Kekuasaan monarki bisa menjadi sebuah
negara despotis. Negara despotis menurut Montesquieu adalah negara yang
diperintah satu orang yang menentukan serta mengatur segala sesuatu berdasarkan
kemauannya dan kehendaknya sendiri. Negara ini memiliki kemiripan dengan negara
Leviathan milik Hobbes, negara merupakan lembaga politik yang ganas, menakutkan
menakutkan dan bisa bertindak menurut kehendaknya sendiri. Penguasa tidak takut
kepada siapapun kecuali menurut Montesquieu pada agama, karena agama
diperhitungkan oleh penguasa despotis.[16]
- Jean
Jacques Rousseau
Jean Jacques Rousseau atau biasa disebut
JJ Rousseau adalah manusia Abad Pencerahan. Lahir pada tanggal 28 Juni 1712 di
Geneva, Swiss, ibunya meninggal dunia. Rousseau diasuh selama beberapa tahun
oleh ayahnya yang kemudian menyerahkan Rousseau pada pamannya, seorang pemuka
agama yang kaya. Rousseau hidup saat Perancis menjadi salah satu centar civilization Eropa. Rousseau
dalam setiap pemikirannya dan wataknya karena pengaruh dari ayahnya. Setiap
malam demi malam, masa kanak-kanak Rousseau selalu dihabiskan bersama ayahnya
membaca karya-karya klasik Plutarch yaitu seorang tokoh pada masa Romawi kuno
dan tokoh ini juga salah satu yang mempengaruhi Rousseau. Didikan ayahnya yang
bersifat romantis dan emosional membuat Rousseau menjadi pemikir yang romantis,
sehingga Rousseau selalu mementingkan kepekaan emosi dan kehalusan jiwa dari
pada penalaran logoka dan rasional.[17]
Hearnshaw membagi fase kehidupan
Rousseau kedalam 5 bentuk, pertama adalah anak lelaku yang tidak disiplin,
kedua gelandang super, ketiga menuju manusia terpilih bagi dunia, keempat
maniak menginspirasi dan kelima buronan yang diburu, berdasarkan dari karya-karya
literasi Rousseau yang mengasosiasikan kehidupannya, yang tidak mungkin dapat
dimengerti tanpa memahami secara detail akan dirinya dan karirnya yang luar
biasa.[18] Meskipun Rousseau adalah
pemikir romantis, ia pernah tinggal dengan seorang perempuan tanpa ikatan
perkawinan yaitu Theressa Lavasseaur dan dikaruniai 5 orang anak dimana anaknya
baru lahir namun dikirimkan anaknya tersebut ke panti asuhan. Rousseau hidup
pada abad XVIII, pemikirannya pada abad itu adalah sebuah pemberontakan
intelektual. Manusia pencerahan berjuang gigih menaklukkan alam semesta dengan
ilmu pengetahuan, dan amat mendewakan akal serta rasio. Segala sesuatunya harus
diukur dengan parameter sains dan teknologi. Agama adalah sesuatu yang tidak
masuk akal atau tidak bisa dipahami panca indra atau dianggap mitos atau
khayalan.[19]
Cara berfikir rasional dan logis yang
berkembang demikian pesat pada abad pencerahan menjadikan manusia sebagai
makhluk yang rasional, sehingga manusia zaman itu tidak memiliki perasaan atau
emosi. Rousseau melihat, perkembangan akal dan sains justru menyebabkan
kehancuran, contoh misalnya, ditemukannya besi, sebelumnya manusia berperang
dengan kayu atau batu, karena besi ditemukan peperangan justru bisa menggunakan
peluru, senjata api, meriam yang justru jauh lebih dasyat dari pada manusia
primitif. Kondisi seperti itulah yang akhirnya membuat Rousseau ingin
mengembalikan manusia ke fitrahnya manusia yang mementingkan emosi, perasaan
dan tidak mendewakan rasio serta tidak menganggap manusia sekedar jasad tanpa
ruh.[20] Pemberontakan Rousseau
yang menginginkan manusia kembali kepada keadaan alamiah ini menjadikan
lahirnya gerakan romantisisme di Eropa.
- State of Nature
State of Nature adalah keadaan Alamiah
manusia, Menurut Rousseau keadaan alamiah manusia pada dasarnya baik atau biasa
disebut kebaikan-kebaikan alamiah. Manusia dalam keadaan alamiah bukanlah
manusia yang suka perang, karena tidak ada rasa benci, dendam dan iri hati,
apabila terjadi konflik, manusia justru menghindari peperangan. Sehingga
Rousseau perang bukanlah fenomena alam, melainkan sebuah fenomena sosial.[21] Pemikiran Rousseau
tentang State of Nature ini, sama dengan pemikiran John Locke dan Hobbes maupun
pemikir-pemikir sebelumnya yang memandang keadaan alamiah manusia adalah
keadaan sebelum terbentuknya negara.
Keadaan alamiah dapat berubah menjadi
perang apabila terjadi kesenjangan derajat manusia, baik karena perbedaan atas
pemilikan atau posisi sosial. Kebiasaan dan pengalaman perang yang terus-menerus
dapat mengubah keadaan alamiah menjadi perang. Jadi, meskipun manusia itu cinta
akan berdamaian, karena seringnya terjadi konflik maka bisa jadi rasa damai itu
hilang, inilah yang Rousseau sebut sebagai kebebasan mutlak, keadaan alamiah
ini mirip dengan pemikiran Hobbes. Manusia bebas melakukan apapun yang
diinginkan, dan tidak menghiraukan apakah ini akan menyebabkan pertikaian.
Kebebasan merupakan determinan yang membuat manusia menjadi manusia alamiah.[22]
Konsep kebebasan menurut Rousseau disini
mengibaratkan seperti keluarga. Rousseau mengungkapkan bentuk tertua dari
segala masyarakat dan satu-satunya yang bersifat alamiah adalah keluarga, namun
anak hanyalah terikat kepada ayah mereka selama membutuhkannya untuk bertahan
hidup. Apabila kebutuhan itu sudah tidak ada lagi, maka hubungan alamiah akan
terputus. Anak dibebaskan dari keharusan mematuhi orang tua dan ayah dibebaskan
dari keharusan mengurus anak, semua secara bersama-sama mendapatkan kebebasan
masing-masing.[23]
Jadi, manusia dalam keadaan alamiah menurut Rousseau adalah sejak dilahirkan,
karena manusia dilahirkan dalam satu keluarga, manusia akan membutuhkan ayahnya
hanya selama membutuhkan untuk bertahan hidup.
Dalam karya Rousseau yang berjudul Du Contrat Social, Rousseau menekankan
pada nilai-nilai kebebasan, namun bukan berarti bebas tersebut tanpa batas yang
akhirnya menimbulkan anarkis. Kebebasan tidak boleh dijadikan manusia anarkis.
Rousseau mengungkapkan bahwa orang yang bebas tau merdeka adalah orang yang
patuh terhadap hukum dan peraturan, tetapi ia tidak menjadikan dirinya budak.
- Kontak Sosial
Gagasan yang paling terkenal dari
Rousseau adalah tentang kontrak sosial. Rousseau terinspirasi oleh Hobbes
tentang gagasan masyarakat sebelum terbentuknya negara atau keadaan alamiah.
Teori kontrak sosial Rousseau adalah gagasan tentang terbentuknya negara.
Menurut Rousseau negara merupakan produk perjanjian sosial. Individu-individu
dalam masyarakat sepakat untuk menyerahkan sebagian hak-hak, kebebasan dan
kekuasaan yang dimilikinya kepada suatu kekuasaan bersama. Kekuasaan bersama
ini kemudian dinamakan negara, kedaulatan rakyat, kekuasaan negara, atau istilah-istilah
lain yang identik dengannya, tergantung dari mana melihatnya.[24]
Kedaulatan adalah tubuh seluruh
masyarakat yang sepakat dengan aturan umum untuk kepentingan bersama dan itu
bisa disebut sebagai hukum. Rousseau menyebutnya sebagai “suara rakyat adalah
suara Tuhan pada kenyataannya”. Masyarakat dalam keadaan alamiah adalah buatan
dan negara merupakan produk perjanjian sosial. Tatanan sosial adalah hak suci
yang berfungsi sebagai dasar untuk semua masyarakat, tetapi hak tersebut tidak
datang dari alam, sehingga ditemukan dari sebuah perjanjian. Perjanjian atau
kontrak sosial Rousseau berbeda dengan yang di ungkapkan oleh Hobbes, Locke atau
Pine, Rousseau lebih mempertahankan hak alamiah, semua hak, lahir dari tatanan
sosial.[25]
Konsep kontrak sosial Rousseau adalah
antara rakyat dan penguasa dengan nama legitimasi pihak yang kedua akan
diberikan, dan dapat dicabut sewaktu-waktu apabila dianggap melakukan
penyelewengan. Rousseau mengungkapkan bahwa manusia memilki kebebasan penuh
bergerak menurut emosinya, kedaan inilah yang sangat rentang terhadap konflik
atau pertikaian, sehingga untuk menyelesaikannya manusia mengadakan ikatan
bersama yang disebut kontrak sosial.[26] Perjanjian tersebut
adalah suatu perjanjian bersama sebagai jalan membentuk negara, polis seperti
jaman yunani kuno atau republik atau badan politik. Bagi Rousseau istilah
tersebut bisa disebut seperti Rakyat Berdaulat, Kekuasaan, ataupun Rakyat saja,
tergantung cara melihat negara itu.
Kumpulan Manusia yang disebut politik itu disebut
negara apabila ia memainkan peranan pasif, disebut rakyat berdaulat bila
memainkan peranan aktif, disebut kekuasaan bila ia dipertentangkan dengan badan-badan
sejenis. Kumpulan itu disebut rakyat bila yang menjadi pusat perhatian ialah
sekutu-sekutu bersangkutan; individu-individuyang bersekutu disebut warga (citizen) apabila mereka dilihat sebagai
peserta dalam kedaulatan dan disebut kaula (subject)
bila mereka di pandang sebagai orang-orang yang harus patuh tunduk pada hukum
negara tersebut.[27]
Artinya adalah negara berdaulat karena
mandat dari rakyat, negara diberi mandat oleh rakyat untuk mengatur, mengayomi
dan menjaga keamanan harta benda mereka. Kedaulatan negara akan absah selama
negara tetap menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan kehendak rakyat.
Kontrak sosial Rousseau ini membalikkan sumber kekuasaan dari legitimasinya,
dari tuhan ke manusia. Kekuasaan negara merupakan manifestasi dari penyerahan
hak, kebebasan dan kekuasaan serta kemauan individu haruslah dilihat secara
kolektif dan sebagai lembaga politik yang utuh, meskipun demikian, setiap
individu masyarakat adalah subjek dan harus dilihat secara entitas individual
bukan kolektif.[28]
Menurut Rousseau, negara yang memiliki
keabsahan memerintah atas kehendak umum memiliki dua hal yaitu kemampuan yang
merupakan kekuasaan legislatif dan kekuatan yang merupakan kekuasaan eksekutif.
Keduanya harus berjalan secara harmonis apabila negara ingin menjalankan
fungsinya secara baik, tanpa kerja sama dan keberadaan keduanya maka negara
tidak bisa berbuat apa-apa. Rousseau mengungkapkan dalam bukunya Du Contrat Social bahwa ia mendambakan
negara yang memberlakukan demokrasi langsung. Rousseau melihat negara-negara
kota saat Romawi kuno dan dan pemerintahan desa-desa di Swiss waktu masih
kanak-kanak, karena di tempat tersebut rakyat diperintah tetapi pada saat yang
sama rakyat memerintah.[29]
- Bentuk Pemerintahan
Roussou berpendapat bahwa pemerintahan
adalah suatu badan perantara yang dibentuk antara warga negara dan kedaulatan
tertinggi demi terjalinnya komunikasi timbat balik. Pemerintah merupakan badan
yang terdiri dari kalangan governors,
prince atau magistrates dan
memiliki kewajiban untuk menjalankan hukum dan kebebasan sipil serta politik
rakyat.[30] Keaneka ragaman bentuk
pemerintahan di dunia menurut Rousseau baik, asalkan tidak monolistik. Sistem
pemerintahan yang baik adalah sistem yang dapat mengakomodasi kepentingan aneka
macam bentuk tradisi, adat istiadat masyarakat dan bagi berbagi masyarakat pada
zaman-zaman yang berbeda. Perlu juga untuk dilihat bentuk-bentuk pemerintahan
sangat baik dan efektif pada kasus tertentu dan sangat buruk saat kasus-kasus
lain.
Konteks itulah yang menjadi tolok ukur
dan klasifikasi pemerintahan menurut Rousseau dengan melihat bentuk-bentuk
pemerintahan berdasarkan jumlah mereka yang berkuasa. Konteks ini memiliki
kemiripan dengan Aristoteles dan Montesquieu yang melihat bentuk pemerintahan
dari jumlah penguasa. Apabila kekuasaan negara dipegang oleh seluruh atau
sebagian besar warga negara maka bentuk negaranya adalah demokrasi.
Pemerintahan yang dipegang oleh segelintir penguasa disebut aristokrasi.
Pemerintahan yang berpusat pada satu orang dan menjadi sumber kekuasaan, maka
negara itu disebut monarki. Roussou juga memberikan solusi, karena belum tentu
ketiga bentuk pemerintahan itu baik. Sehingga Rousseau memberikan solusi bentuk
pemerintahan campuran yaitu pencampuran antara ketiga bentuk pemerintahan itu.[31]
Ketiga bentuk Pemerintahan itu menurut
Rousseau tidak semua bentuk pemerintahan itu cocok untuk semua negara, sehingga
muncul juga bentu pemerintahan campuran, namun tetap juga belum tentu itu
cocok. Rousseau mengungkapkan semakin besar jarak antara rakyat dan pemerintah,
semakin besar kontribusi yang harus ditanggung rakyat. Maka didalam demokrasi,
beban rakyat paling sedikit, didalam aristokrasi beban rakyat lebih besar dan
didalam monarki beban rakyat sangat besar. Jadi, monarki cocok untuk negara
yang kaya, aristokrasi cocok dengan negara yang kekayaannya sedang dan
demokrasi cocok untuk negara yang miskin atau kecil.[32]
- Analisis
Bacaan
Montesquieu dan Rousseau adalah pemikir
yang muncul pada abad pencerahan, keduanya adalah pemikir yang menolak adanya
kekuasaan monarki absolut. Pemikiran keduanya adalah pemikiran tentang
kebebasan manusia. Montesquieu misalnya, untuk bisa disebut masyarakat yang
bebas dan merdeka, perlu adanya sebuah pembagian kekuasaan atau biasa disebut Trias Politica. Pemisahan kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif, bertujuan untuk meraik kebebasan dan tidak
adanya kekuasaan yang otoriter. Karena, apabila seorang yudikatif digabungkan
dengan eksekutif maka yang terjadi hukum akan dibuat sendiri oleh seorang
penguasa, sehingga penguasa merasa berkuasa dan lebih otoriter terutama dalam
sisi hukum.
Rousseau juga demikian, individu atau
masyarakat memiliki keadaan alamiah manusia sejak dia dilahirkan. Manusia bebas
melakukan apa yang dia inginkan dan tidak melihat apa yang akan terjadi
kedepannya. Perang menurut Rousseau merupakan keadaan sosial, karena manusia
yang saling iri satu sama lain, sehingga menimbulkan pertikaian, padahal
manusia tidak menginginkan adanya konflik. Perang bisa menjadi keadaan alamiah
apabila benar-benar terjadi konflik antar manusia secara terus-menerus.
Sehingga manusia disini harus kembali kekeadaan alamiahnya, melaui perjanjian
atau kontrak sosial, sehingga munculah negara. Didalam negara, manusia akan
menemukan kebebasan sebagai bentuk alamiah manusia, meskipun kita tidak bisa
kembali ke state of natural. Rousseau
juga salah satu pemikir yang menginginkan sebuah Demokrasi Langsung dari suatu
negara. Karena memang kedaulatan negara akan absah selama negara tetap
menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan kehendak rakyat, jadi negara menurut
Rousseau ini rakyat memiliki peran yang sangat besar bagi negara. Tetapi
kontrak sosial Rousseau ini bisa terjadi hanya dengan penduduk yang sedikit
atau The city-state (negara kota).[33] Menurut buku dari
Mcdonald ini, apabila kontrak sosial Rousseau ini digunakan dalam sebuah negara
yang besar, lama-lama negara ini akan bisa runtuh karena tidak ada yang bisa
menjamin suara mayoritas negara, dan inilah yang menyebabkan kontrak sosial
Rousseau bisa batal.
Kedua filsuf ini pemikiriannya dapat
menginspirasi sebuah Revolusi di Amerika (1776) dan Revolusi Perancis (1789).
Kedua filsuf ini ada pada abad pencerahan yang membuka jalan sebuah
pemikiran-pemikiran baru dan penemuan-penemuan baru, tetapi Rousseau adalah
salah satu pemikir yang juga menolak sebuah penemuan-penemuan baru karena,
dengan penemuan baru menurutnya manusia tidak pada keadaan alamiahnya. Karena
pada abad itu semua yang ada harus diukur pada para meter sains dan tidak tau
akibat apa yang selanjutnya akan terjadi. Rousseau sangat mengkritik keras
dengan sebuah kemajuan teknologi dan kebudayaaan, karena itu akan berdampak
bukan menjadikan keadaan alamiah semakin baik tetapi justru moralitas manusia
akan rusak. Pemikiran Rousseau ini yang tetang kontrak sosial dapat menjatuhkan
kekuasaan Monarki Absolut di Perancis melalui Revolusi Perancis, sehingga
Perancis warga negaranya jauh lebih bebas bahkan semboyan revolusi Perancis
yang liberte (kebebasan), egalite (persamaan) dan fraternite (persuadaraan) merupakan tiga
hal yang melekat dengan Rousseau.
Montesquieu juga demikian, konsep
pemisahan kekuasaannya menginspirasi Revolusi di Amerika sehingga dapat
melahirkan sebuah demokrasi liberal dan bentuk negara yang federal. Pemisahan
kekuasaan tersebut menjadikan setiap lembaga secara independen menjalankan
fungsinya masing-masing dan berjalan secara harmonis, sehingga terciptanya
sebuah check and balance diantara
ketiga lembaga tersebut. Sampai saat ini gagasan Montesquieu tentang trias politica masih digunakan oleh
berbagai negara termasuk Amerika Serikat.
DAFTAR PUSTAKA
Rousseau,
Jean-Jacques (Terj 2010). Kontrak Sosial: Prinsip
Hukum Politik. Hidayat. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Cameron, Lee & McDonald.
(1962). Western Political Theory II,
New York: Harcourt Brace Jovanovic.
Noer, Deliar. (1982). Pemikiran Politik di Negara Barat.
Jakarta: CV. Rajawali.
Suhelmi, Ahmad. (2007). Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah
Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan kekuasaan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
[1] Ada tiga puluh satu buku yang
dibagi menjadi enam bagian, pertama, isinya berkaitan dengan hukum, kedua,
tentang militer, ketiga, membahas tentang adat kebiasaan, keempat, membahas
masalah perekonomian, kelima, membahas masalah agama, keenam, uraian tentang
hukum Romawi, hukum Perancis dan Feodalisme. Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah
Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan kekuasaan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. 2007, hlm 226
[3]
Lee Cameron & McDonald.
Western Political Theory II, New
York: Harcourt Brace Jovanovic. 1962, hlm 377
[4] Liberty,
is a condition which the laws were appropriate to a well-ordered society and
also permitted a considerable degree of individual and group independence. Lee Cameron & McDonald.
(1962). Ibid., hlm 378
[23] Jean-Jacques Rousseau (Terj), Kontrak Sosial: Prinsip Hukum Politik. Hidayat. Jakarta: PT. Dian Rakyat. 2010,
hlm 6
😘
BalasHapus