CARUT MARUT KONFLIK KPK-POLRI

Negara kita saat ini dirundung sebuah masalah yang besar. Yaitu sebuah konflik yang seakan-akan tidak ada ujungnya, konflik KPK-POLRI. Konflik ini berawal dari penetapan tersangka calon Kapolri tunggal yaitu Budi Gunawan (BG). Konflik ini memang apabila kita melihat runtutannya sangatlah berhubungan antara KIH dan kepolisian. Kalau kita perhatikan sejak awal pesta demokrasi berlangsung. Yaitu berupa kampanye Presiden dan sebagainya, instansi kepolisian merupakan lembaga yang rata-rata mendukung KIH dalam hal ini adalah Jokowi-JK. Meskipun kepolisian adalah lembaga yang netral tetapi keluarga mereka lebih mendukung Jokowi-JK. Terlihat sekali keluarga-keluarga yang memiliki orangtua polisi pasti mereka mendukung Jokowi-JK.
            Dan akhirnya saat Jokowi-JK berhasil menduduki kursi Presiden dan Wakil Presiden muncullah seorang nama yaitu Budi Gunawan. Dia juga termasuk dalam salah satu bursa calon Menteri. Saat itu Jokowi menyeleksi menterinya dengan meminta bantuan KPK dan PPATK. Disini ternyata KPK memberikan spidol merah terhadap BG. Yang membuktikan bahwa BG tidak beres. Sehingga Jokowi tidak memberikan kursi menteri terhadap BG. Tahun baru 2015 semakin dekat muncul sebuah wacana dari Presiden kita tercinta bahwa dia mengajukan nama calon Kapolri yang akan menggantikan Sutarman. Sutarman baru akan pensiun pada bulan Oktober 2015. Namun seakan-akan Jokowi ingin segera mengganti Sutarman dengan calon tunggalnya yaitu BG. Calon kapolri tersebut tidak meminta bantuan untuk meyeleksi terhadap KPK dan PPATK.
            Dari sini sudah terlihat kejanggalan dalam pencalonan tunggal Kapolri. Pertama terlalu tergesa-gesanya mengganti Sutarman yang saat itu masih menjabat Kapolri. Kedua tidak ada calon lain selain BG. Dan yang ketiga tidak melibatkan KPK dan PPATK. Media sudah sangat santer membicarakan soal pencalonan tunggal Kapolri tersebut. Termasuk tentang mantan Presiden Megawati. Megawati adalah Presiden yang dulu mempunyai seorang ajudan yaitu Budi Gunawan atau BG. Mantan ajudan tersebut mencalonkan diri sebagai calon Kapolri tunggal. Kita tau dan rakyat tau, dulu memang santer terdengar bahwa Jokowi adalah Presiden Boneka dari Megawati. Dan memang tanpaknya meskipun orang-orang KIH menggaungkan Jokowi bukan Presiden Boneka, Rakyat sudah tau bahwa dibalik semua itu tetap ada Ibu Megawati. Termasuk soal kasus BG tersebut.
            Inilah sebuah bukti bahwa BG adalah salah satu orang yang dekat dengan elit-elit KIH. Dia mempunyai peranan penting dalam memegang peran kepolisian di negara ini. Ini adalah sebuah permainan politik dimana Jokowi sebagai Presiden melakukan bersih-bersih orang dari SBY. Contohnya yaitu Sutarman dimana dia belum pensiun namun mendadak diganti. Termasuk sebuah setingan politik oleh DPR. Kita tahu, DPR dikuasai oleh KMP, tetapi kenapa BG begitu lancar dalam pencalonannya sebagai Kapolri. Inilah yang patut dipertanyakan. Setingan politik ini tidak dilakukan oleh PDIP melainkan oleh orang-orang KMP sendiri. Setingan tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana Jokowi menyikapi kasus BG yang tersandung masalah Korupsi. Buktinya DPR hanya diam saja, mereka bahkan mengaku hanya menerima usulan dan apakah menyetujuinya. Sehingga disinilah yang akhirnya membuat bingun para elit KIH. Termasuk Presiden kita yaitu Jokowi.
            Kasus ini semakin meluas bahwa BG dibantu oleh Banteng. Mereka berusaha mengkebiri KPK dengan membuat keterangan bahwa Abraham Samad pernah meminta agar dia bisa menjadi wakil dari Jokowi. Samad memohon kepada sekjen PDIP. Sehingga dia menuduh bahwa Samad balas dendam karena tidak dituruti menjadi wakil Presiden mendampingi Jokowi. Dan akhirnya berujung dan begitu mengagetkan adalah penangkapan Bambang Widjojanto (BW) oleh Kabareskrim Mabes Polri karena pernah memberikan saksi palsu saat BW menjadi Lawyer di Mahkamah Konstitusi dalam kasus pemilu Kota Waringinbarat. Peran dibalik semua itu adalah salah satu orang yang juga begitu dekat dengan BG yaitu Budi Waseso. Budi Waseso adalah dalang dibalik penangkapan BW.
            Selanjutnya adalah pengajuan Praperadilan oleh BG dalam kasus disangkanya dia oleh KPK. Sidang tersebut berjalan sebagaimana mestinya dan pada akhirnya Praperadilan BG dapat diterima oleh Pengadilan Negeri. Dalam sidang tersebut ternyata tetap memiliki kejanggalan yang dimana terbukti menguntungkan BG dan merugikan KPK yang memang benar-benar dikebiri. Hakim Sarpin mengutarakan bahwa Kepolisian bukanlah pejabat negara sehingga tidak bisa disangka sebagai tersangka korupsi. Kalau memang kepolisian bukan pejabat negara, lantas mereka siapa dan berarti kepolisian adalah lembaga super body yang sangat mudah sekali untuk melakukan Korupsi. Jadi disini mereka tidak bisa disangka korupsi untuk memudahkan kepolisian dalam melakukan tindakan KKN.
            Termasuk bagaimana hukumnya dalam pengajuan Praperadilan. Apabila memang Praperadilan ini dapat digunakan agar seseorang tersangka bisa bebas dari sangkahan, orang-orang yang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka melakukan Praperadilan saja. Karena disini hakim Sarpin memberikan keputusan bahwa BG sangkahannya tidak sah. Inilah suatu bukti bahwa sistematika Praperadilan yang seharusnya dilakukan itu masih belum jelas dan syarat akan setingan politik.
            Selanjutnya yang akhir-akhir ini masih hangat yaitu kasus tersangka dari Samad. Kasus tersangka yang diberikan kepolisian terhadap Samad merupakan suatu bukti pelemahan KPK. Karena dua pimpinan KPK menjadi tersangka akhirnya mau tidak mau Jokowi menonaktifkan Samad dan Bambang. Dan mengangkan 3 pimpinan KPK sebagai pelaksana tugas. Dari keseluruhan kasus pengkebiran terhadap KPK ini kuncinya adalah pada Presiden kita. Presiden Jokowi seakan-akan tidak mau menau soal kasus ini. Terbukti disaat Jokowi ditanya soal Prahara KPK-Polri jawaban tersebut tidak pernah memuaskan yaitu serahkan semua pada proses hukum. Kedua memiliki jawaban lain yaitu saja berjanji minggu depan saya akan selesaikan. Dan akhirnya yang ketiga adalah mari kita tunggu hasil Praperadilan. Tidak ada jawaban tegas dari Jokowi dan perlindungan dari kedua Instansi tersebut. Bahkan seakan-akan Jokowi lebih memberikan perlindungan terhadap Kepolisian dari pada KPK.

            Carut marut kasus KPK-Polri tersebut membuat rakyat semakin resah dengan kondisi negara ini. Tidak main-main pelemahan KPK dan pembelaan terhadap BG dilakukan dengan sebuah skenario yang cantik yaitu dengan bermain media televisi. Pemberitaan banyak yang pro terhadap BG dan melemahkan KPK seakan-akan KPK dijatuhkan. Jokowipun bersikap dengan tidak menjadikan BG sebagai Kapolri, namun bagaimana dengan praha KPK dan Polri tersebut. Prahara ini tidak berhenti sampai disini saja, Prahara ini tetap berlanjut dan korbannya adalah Samad serta Bambang. Meskipun KPK sudah memiliki 3 ketua sebgai pelaksana tugas tetap prahara ini harus diselesaikan. Dan memaskitan bahwa 3 orang yang diangkat sebagai pelaksana tugas memang benar-benar bisa bekerja dalam memberantas dan mencegah terjadinya Korupsi, tidak lemah terhadap elit-elit tertentu. Memang kita akui KPK juga seakan-akan salah dalam menetapkan tersangka BG karena terkesan mendadak. Tetapi disini apabila BG tau dia tidak korupsi, dia seharusnya memenuhi panggilan dan menjelaskannya. Bukan menyuruh anak buahnya dalam mengkebiri KPK. Carut marut inilah yang membuat Republik ini disebut sebagai Republik galau.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CRITIKAL REVIEW BUKU FRANZ MAGNIS SUSENO: ETIKA JAWA

REVIEW BUKU SOEMARSAID MOERTONO: NEGARA DAN USAHA BINA-NEGARA DIMASA LAMPAU

Kontrak Sosial Montesquieu dan Rousseau