DASAR SOSIAL DARI DEMOKRASI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT
Tulisan ini adalah tugas S2 penulis di UI yang bertemakan tentang Dasar Sosial dari Demokrasi, yaitu sebuah turunan dari Filsafat Demokrasi dan kelahiran awal sistem Demokrasi di Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Dasar Sosial Demokrasi berada di Eropa Barat dan
Amerika bagian utara. Disebut dasar sosial karena perkembangan demokrasi
pertama kali di dunia berasal dari kedua wilayah tersebut. Selain itu,
nilai-nilai yang telah dikembangkan oleh para filsuf baik di Yunani Kuno hingga
abad pencerahan, telah menjadi bagian dari dasar sosial demokrasi. Tocqueville
adalah salah satu tokoh yang meneliti tentang demokrasi dengan membandingkan
negara asalnya yaitu Perancis dan Amerika Serikat.
Sebelum
membahas demokrasi di Amerika Serikat dan negara di Eropa Barat, perlu melihat
kembali pemikir-pemikir abad pencerahan yang menyumbangkan pemikirannya
terhadap nilai-nilai demokrasi. Pemikiran Hobbes yang dapat menyumbangkan
demokrasi adalah tentang perjanjian masyarakat atau kontrak sosial.[1] Perjanjian ini antara individu
dengan individu yang menyerahkan seluruh haknya kepada satu orang penguasa dan
itu bernama Commonwealth atau Civitas serta pihak yang memeperoleh
kekuasaan, mewakili segenap mereka yang berjanji dan ini cukup diperoleh dengan
suara terbanyak, bukan suara bulat.
Selain
Hobbes, Jonh Locke juga salah satu pemikir perjanjian sosial, memiliki
pemikiran yang juga menjadi dasar sosial demokrasi, yaitu tentang hak milik,
kebebasan individu, Hak Asasi Manusia (HAM) dan pembagian kekuasaan yaitu
kekuasaan legislatif, eksekutif dan federatif.[2] Pemikiran Locke disini
menjadikan kekuasaan di Inggris bukan lagi monarki absolut, melainkan monarki
konstitusional. Ini dibuktikan dalam tataran parlemen Inggris terdapat sistem
dua kamar yang merepresentasikan semua kelas sosial yaitu House of Commons dan House of
Lord. Kekuatan suara di Parlemen itu menurut Locke ditentukan prinsip
mayoritas.[3]
Pembagian
kekuasaan tersebut memang belum sempurna, sehingga disempurna oleh Montesquieu
yang biasa disebut Trias Politika (Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif). Trias
Poltika hingga sekarang digunakan oleh sebagian besar negara di dunia. Tujuan
adanya pembagian kekuasaan, agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan utamanya
di tingkat legislatif dan eksekutif, sehingga dibutuhkan check and balances agar menghindari penyelewengan tersebut.[4]
Rousseau
juga memiliki pemikiran sehingga pemikirannya dapat menjadi dasar sosial
demokrasi. Pemikiran tentang kedaulatan rakyat dan demokrasi langsung dalam
kontrak sosialnya menjadi salah satu bagian dalam dasar sosial demokrasi.[5] Nilai-nilai dari pemikir
tersebut menjadikan sebuah dasar sosial demokrasi di Eropa Barat dan Amerika
Serikat. Kedaulatan Rakyat sebagai pemikiran dari Rousseau menjadi salah satu
nilai yang dijaga oleh bangsa pertama Amerika Serikat yaitu Anglo-Amerika. Kaum
Anglo-Amerika sangat menentang kekuasaan absolut sehingga mereka menjaga
kedaulatan rakyat.[6]
Tocqueville
dalam bukunya Democracy in America menjelaskan
selain kedaulatan rakyat, bangsa Amerika bukan tidak menginginkan kebebasan,
tetapi kebebasan bukan tujuan utama, melainkan sebuah kesetaraan. Konsep
kesetaraan ini, juga merupakan nilai demokrasi, dimana konsep ini adalah
seperti zaman Yunani Kuno yang menerapkan sistem demokrasi langsung. Prinsip
egaliter atau banyak orang dari Yunani Kuno inilah yang menjadi sebuah prinsip
kehidupan masyarakat awal bangsa Amerika.[7]
Meskipun
Amerika Serikat dan Eropa Barat adalah peletak dasar sosial demokrasi, tetapi
kedua wilayah tersebut memiliki perbedaan dalam menjalankan sistem demokrasinya.
Konsep kesetaraan misalnya, antara Amerika, Inggris dan Perancis memiliki
perbedaan dalam penerapan kesetaraan ini. Amerika Serikat, warga yang satu tak
lebih unggul dari warga yang lainnya. Mereka tidak mesti memathui ataupun
menghormati warga yang lain, mereka hanya bersatu dalam urusan pengadilan,
pemerintahan negara dan urusan-urusan yang berkaitan dengan kesejahteraan
bersama. Sehingga orang Amerika lebih senang berkumpul dalam rapat politik dan
sidang pengadilan dari pada memisahkan diri dalam lingkaran-lingkaran kecil
untuk menikmati kehidupan pribadinya.[8]
Inggris
dan Perancis, kalangan aristokrasi masih sangat besar. Dalam negara-negara
aristokrasi, kelas-kelas yang berbeda tak ubahnya dengan persekutuan yang
besar. Orang luar tak bisa masuk, orang dalam tak bisa keluar. Kelas-kelas yang
berbeda ini tak saling berkomunikasi, orang-orang dipisahkan satu dari yang
lainnya oleh penghalang yang ajeg menjulang. Dialam demokrasi mereka terbagi
menjadi sejumlah jalinan yang kecil dan hampir tak terlihat, yang senantiasa
putus atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.[9] Jadi, apabila melihat
kesetaraan di Amerika yang mereka dapat bersatu dalam urusan politik demi
kesejahteraan bersama, berbeda dengan Inggris dan Perancis yang justru
pemisahan kelas dan pemisahan kelompok sosial sangat terlihat disana. Amerika
justru menghindari kelompok-kelompok yang kecil tersebut.
Demokrasi
ini adalah suatu sistem yang memang muncul dari kalangan bawah, karena tidak
menginginkan adanya kekuasaan yang absolut. Seperti di Amerika, kedaulatan
rakyat benar-benar di tegakkan, kebebasan dan kesetaraan benar-benar dilakukan
oleh masyarakat Amerika, dan konsep check
and balance juga digunakan baik di negara Amerika dan Eropa Barat untuk
menghindari penyelewengan kekuasaan. Bahkan pembentukan awal konstitusi Amerika
Serikat oleh Thomas Jefferson, sudah memberlakukan pembatasan kekuasaan
Presiden agar tidak menjadi presiden seumur hidup.[10] Apabila melihat
perkembangan Demokrasi di Indonesia, mungkin terlalu jauh bila memberikan
contoh tentang kesetaraan, karena masyarakat Amerika memiliki perkembangan yang
berbeda. Tetapi di Indonesia, tuntutan rakyat saat reformasi berupa amandemen
UUD 1945 adalah proses demokrasi di Indonesia. Proses inilah yang meghasilkan
Demokrasi di Indonesia semakin terlihat, utamanya seperti di Amerika dan Eropa
Barat yaitu konsep check and balance yaitu
suatu konsep untuk menghindari penyelewengan kekuasaan utamanya kekuasaan
Legislatif dan Eksekutif. Sehingga DPR RI apabila mau menurunkan Presiden,
memiliki mekanisme yang sesuai aturan, dan Presiden tidak bisa membubarkan DPR
RI atau Parlemen.
Referensi
Lubis,
Mochtar (Peny: 1994). Demokrasi Klasik
dan Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Noer,
Deliar (1982). Pemikiran Politik di Negara
Barat. Jakarta: CV Rajawali.
Stone, John dan Stephen Mennell
(Terj: 2005). Alexis De Tocqueville:
Revolusi, Demokrasi dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Suhelmi, Ahmad (Cetakan ke-3
2007). Pemikiran Politik Barat: Kajian
Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
[2]
Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah
Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, Cetakaan Ke-3 2007, hal 194
[6] John Stone dan Stephen Mennell
(Terj), Alexis De Tocqueville: Revolusi,
Demokrasi dan Masyarakat, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, hal 57
[10] Thomas Jefferson dalam Mochtar
Lubis (Peny), Demokrasi Klasik dan
Modern, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994, hal 153-154
😘
BalasHapus😘sayangku
BalasHapus