MOHAMMAD HATTA, PEMIKIRAN DAN SIKAP POLITIK PENGGAGAS DEMOKRASI PARLEMENTER
Disini saya mencoba membahas pemikiran dari Bung Hatta tentang koprasi untuk ekonomi Indonesia dan sikap politik pada penjajahan Belanda maupun saat menjabat sebagai wakil Presiden.
ABSTRAKSI
Mohammad Hatta adalah salah satu Proklamator kemerdekaan
Indonesia. Wakil Presiden pertama Indonesia yang bersama-sama dengan Soekarno
dalam memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Hatta dilahirkan
di Sumatera Barat, yaitu bumi Minangkabau. Belajar di negeri Belanda dan
menjadi tokoh organisasi pemuda dari Indonesia yang bersekolah di Belanda yaitu
Perhimpunan Indonesia. Hatta adalah sahabat dekat dari salah satu tokoh
sosialis demokrasi dan pendiri Partai Sosialis Indonesia (PSI) yaitu Sutan
Syahrir. Mereka adalah teman dekat semenjak sekolah di Belanda. Tidak banyak
referensi yang melihat bagaimana pemikiran Hatta dan sikap politiknya. Tetapi
dari sumbangsih cita-cita Indonesia Merdeka dan gagasan Demokrasi Parlementer
akan dapat dilihat bagaimana pemikiran dari Hatta. Makalah ini akan mengulas
bagaimana pemikiran Hatta sebagai sumbangsih kemerdekaan dan negara Indonesia
serta sebagai pemimpin Indonesia dalam membawa sebuah peradapan demokrasi di
Indonesia utamanya demokrasi parlementer. Selain itu, makalah ini juga akan
membahas bagaimana sikap politik Hatta dalam melihat Indonesia dimana saat itu
banyak ideologi dan kelompok-kelompok yang berkembang di Indonesia, termasuk
kedekatannya dengan Soekarno sebagai Nasionalisme dan Syahrir sebagai
Sosialisme Demokrasi.
Kata Kunci: Mohammad Hatta, Pemikiran, Sikap Politik
PENDAHULUAN
Mohammad
Hatta merupakan salah satu tokoh dan pahlawan kemerdekaan Indonesia. Bersama
Soekarno, Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus
1945. Berbicara soal bung Hatta, tidak terlepas dari tanah kelahirannya yaitu
tanah Minangkabau Sumatera Barat. Selain Jawa, saat perjuangan kemerdekaan
Indonesia, banyak tokoh-tokoh yang juga berasal dari tanah Minang contoh saja
Natsir, Syahrir, Agus Salim, Tan Malaka dan masih banyak lagi. Bung Hatta lahir
pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi Sumatera Barat, setahun lebih muda
dari Soekarno.[1]
Mohammad Hatta bangga bisa menjadi bagian dari masyarakat Minangkabau, karena
kelompok etnis ini mendapatkan reputasi sebagai kelompok paling intelek dan
memiliki jiwa kewirausahaan.[2]
Alam Minangkabau memiliki dua aliran
adat yaitu Koto-Pilang dan Bodi-Caniago. Hatta dan kedua orang
tuanya adalah salah satu yang termasuk kedalam adat Bodi-Caniago, yang memiliki gaya egaliter dari organisasi politik.[3] Kondisi saat itu penduduk
Minangkabau memiliki kesulitan dalam menyekolahkan anak-anaknya, termasuk
Hatta, dimana Hatta apakah akan disekolahkan di sekolah modern Belanda atau ke
surau tradisional. Karena Kakek Hatta telah memabangun surau di Batu Hampar.
Hatta adalah anak kedua dan anak laki-laki pertama yang sebenarnya bernama
Attar,[4] namun karena pola
pengucapan masyarakat Minangkabau mengubah suara namanya menjadi Hatta. Haji
Djamil adalah ayah dari Hatta yang dimana ibunya adalah istri keempatnya. Saat
Hatta menginjak usia 8 bulan, Haji Djamil yaitu ayah Hatta meninggal dan
akhirnya Ibu Hatta menikah lagi dengan Haji Ning.[5]
Pengaruh-pengaruh
ideologi Hatta telah dimulai sejak dirinya masih usia sekolah. Ideologi pertama
yang dia pelajari adalah Sosialisme, saat itu Hatta masih di tingkat sekolah
menengah belanda yaitu MULO. Hatta memahaminya melalui buku H.P. Quack, De Socialisten dimana buku itu ada 6
jilid, selain itu sosialis juga ia dapatkan dari perbincangan dan diskusi
dengan H. Agus Salim.[6] Perbincangan dengan H.
Agus Salim menghasilkan sebuah penjelasan bahwa
Nabi Muhammad saw yang diutus oleh Tuhan
mengembangkan Islam di atas dunia ini sudah 12 abad lebih dahulu dari Marx
mengajarkan sosialisme. Perkataan sosialisme baru didapatkan dalam abad ke-19.
Sosialisme Marx anti-Tuhan. Tetapi tujuan yang hendak dicapai masayarakat yang
berdasarkan sama rasa sama rata yang bebas dari kemiskinan, sudah lebih dahulu
dibentangkan didalam Islam, agama Allah yang disampaikan Nabi Muhammad kepada
umat manusia. Sayangnya ulama-ulama kita hanya mengutamakan segi kemasyarakatan
dari Islam itu. Mengerjakan segi kemasyarakatan itu ialah juga perintah Allah
dalam Qurโan. Dari ulama-ulama kita didikan langgar yang pengetahuannya berat
sebelah, tidak dapat diharapkan bahwa mereka akan sanggup menelaah segi
kemasyarakatan itu dalam Islam. Inilah kewajiban bagi kaum intelektual Islam
yang mempelajari ilmu-ilmu sosial. Tjokroaminoto sudah mulai memperingatkan
kepada umat Islam segi sosialisme dalam Islam. Aku akan membantu dia dengan
sekuat-kuat tenagaku.[7]
Dari
diskusinya dengan H. Agus Salim tersebut, Hatta memperoleh suatu pandangan
bahwa dasar-dasar sosialisme itu diambil dari suatu ajaran Islam, sehingga
disinilah Hatta membandingkan dengan sosialisme Marx saat Hatta belajar di
Belanda.
Bung
Hatta juga memiliki jiwa Nasionalisme ke-Indonesiaan, dimana Hatta mulai
menumbuhkan jiwa nasionalisme untuk kemerdekaan Indonesia saat Hatta ada di
Belanda. Sebelum itu Hatta masih belum paham apa permasalahan Hindia-Belanda
sebagai sebuah koloni, sehingga disini cita-cita dan upaya Indonesia merdeka
belum muncul. Awalnya Hatta muda adalah seorang anggota pengurus Jong
Sumatranen Bond, yaitu sebuah perkumpulan kelompok etnik, dan saat itu
organisasi ini kedatangan tamu yaitu Abdul Muis. Berdiskusi dengan Abdul Muis
inilah Hatta memperoleh sebuah permasalahan kolonial Hindia-Belanda, namun
masih tidak tau apa yang harus dilakukan. Abdul Muis saat itu berpidato
dihadapan pengurus Jong Sumatranen Bond tentang โkerja wajib untuk dipertuanโ
dan Volksraad yang belum sepenuhnya sebuah Dewan Rakyat sesungguhnya. Selain
itu Abdul Muis menyerukan sebuah gerakan rakyat dan rakyat memerintah sendiri
dimana itu adalah sebuah pergerakan nasional khususnya Sarekat Islam.[8] Hatta saat itu belum tau
permasalahan pasti soal tanah airnya, sehingga ia hanya terpesona dengan pidato
yang disampaikan oleh Abdul Muis.
Jiwa
nasionalisme dan cita-cita kemerdekaan Indonesia mulai muncul disaat Hatta
mulai aktif dalam sebuah perhimpunan mahasiswa Hindia yang menempuh gelar
sarjana di negara Belanda. Perhimpunan mahasiswa itu berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun
1922.[9] Hatta yang sudah
berpengalaman sebagai bendahara saat di Jong Sumatranen Bond, diberikan mandat
sebagai bendahara juga di perhimpunan tersebut. Pada tahun 1925 Hatta akhirnya
di calonkan menjadi ketua perhimpunan Indonesia. Pencalonan itu merupakan suatu
penghargaan atas usahanya yang tidak kenal lelah dalam mempromosikan
perhimpunan. Hatta akhirnyapun terpilih menjadi ketua PI, dan memasukkan
beberapa orang seperti Abdul Madjid sebagai seorang Jawa Radikal, Abutari yaitu
salah satu teman Hatta dan ada juga Darsono seorang pimpinan PKI yang dekat
dengan blok Moscow.[10]
Hatta
adalah seorang dengan ide-ide ekonominya dan dia adalah seseorang dengan
pemikiran yang demokrasi, dimana menurut Hatta aliran sosialisme sebagai bidang
kehidupan sosial dan ekonomi tidaklah terpisahkan dari ideal demokrasi.[11] Hatta juga salah satu
tokoh dari PNI Baru. PNI Baru merupakan partai yang beraliran sebagai
orang-orang yang telah pulang belajar di negara Belanda. Pendidikan Nasional
Indonesia, inilah nama partai tersebut, namun pada tahun 1934, Mohammad Hatta
dan 3 rekannya yang tergabung dalam partai tersebut diasingkan, sempat ada
pergantian ketua namun tetap saja, ketua-ketua yang baru justru juga ditangkap
dan diasingkan, sehingga pada tahun 1936 partai ini mati.[12] Fokus PNI Baru ini adalah
menciptakan pendidikan yang berkarakter dengan cara menyelenggarakan pendidikan
masal. Tujuannya adalah untuk mengangkat tingkat intelektual rakyat, dan
cakrawala wawasannya dengan menyelenggarakan kursus-kursus dibidang sejarah,
politik dan sebagainya.[13]
Perjuangan
kemerdekaan itu akhirnya terwujud pada tahun 1945 dan Hatta adalah salah satu
pelopor Proklamasi kemerdekaan Indonesia bersama Soekarno. Hatta akhirnya
ditunjuk untuk menjadi Wakil Presiden mendampingi Soekarno yang menjadi
Presiden. Sejak di Belanda hingga kemerdekaan Indonesia tercapai, Hatta adalah
seseorang yang memiliki ide demokrasi parlementer dan sistem banyak partai.
Selain itu Hatta juga memiliki pemikiran tentang koprasi yang sampai sekarang
masih ada sistem koprasi di Indonesia. Hatta juga seorang yang pro terhadap
bentuk negara Federasi, karena memang susah untuk menyatukan berbagaimacam
daerah di Indonesia. Alasan itu diambil karena Hatta melihat saat munculnya
kelompok-kelompok kedaerahan yang susah sekali disatukan dalam satu kesatuan,
dimana gagasan itu dilakukan oleh Bahder Djohan dengan nama Jong Indier.[14]
Sebagai
seorang wakil Presiden pertama dan sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia,
Hatta adalah seseorang yang memiliki peran penting selain Soekarno. Kondisi
saat itu, dimana Soekarno berada pasti disitu ada Hatta. Keduanya merupakan
pejuang yang mengproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan sebagai sahabat yang
tidak bisa dilepaskan. Cita-cita Bung Hatta untuk Indonesia sangatlah baik,
tetapi cita-cita itu sepertinya saat ini telah dilupakan oleh masyarakat
Indonesia kita. Dengan makalah ini, akan membedah bagaimana pemikiran dari Bung
Hatta dan gagasannya yang terkenal yaitu koprasi serta demokrasi parlementer
yang termuat dalam sikap politik dari Bung Hatta.
KERANGKA TEORI
-
Pemikiran dan
Sikap Sutan Sjahrir
Sutan
Sjahrir adalah sahabat dekat dari Hatta yang saat itu sama-sama belajar di
Belanda. Secara pemikiran, Sjahrir adalah seorang Sosialis dan nonkooperasi
terhadap penjajah baik itu Belanda dan Jepang. Nonkooperasi Sjahrir ditunjukkan
saat proklamasi kemerdekaan Indonesia. Saat itu Sjahrir memimpin gerakan bawah
tanah untuk bisa mencapai kemerdekaan. Dalam buku yang ditulis Rudolf Mrazek,
seorang mentor ploretariat Sjahrir dan seorang kader lama pendidikan Bandung
mengungkapkan โkami sedang bergerak dibawah tanah, menyusun kekuatan subjektif,
sambil menunggu perkembangan situasi objektif dan tiba saat-saat psikologis
untuk merebut kekuasaan dan mencapai kemerdekaan.[15]
Sjahrir
adalah seorang yang memiliki perhitungan yang matang, dan prediksinya tepat,
bahwa Jepang telah lemah, saat itu Sjahrir menyampaikan ke Hatta bahwa riwayat
Jepang sudang berakhir, dan Sjahrir menyarankan agar situasi sebisa mungkin
menjadi revolusioner, supaya tidak ada perpecahan di kalangan nasionalis, yaitu
antara setuju perlawanan dengan yang berkolaborasi.[16] Sjahrir sangat mangat
karena Soekarno dan Hatta masih menggunakan jalur diplomasi, sehingga Sjahrir
menuntut untuk sesegera mungkin memproklamirkan kemerdekaan. Bahkan Sjahrir
hingga menyiapkan demostrasi dan menyiapkan teks proklamasi yang akan dibacakan
oleh Soekarno-Hatta, namun Seokarno dan Hatta tidak akan bergerak lebih cepat,
yang menyebabkan Sjahrir menyebut Soekarno banci.[17]
Sjahrir
adalah seorang pemikir sosialis, saat kemerdekaan sudah diraih, Sjahriri
mengungkapkan dalam sebuah brosur bahwa Sjahrir mengajak untuk melakukan
revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan dan rakyat memainkan peran paling
penting dalam tahap revolusi yang genting dewasa ini.[18] Sjahrir juga mengajak
untuk melakukan mobilisasi semua kekuatan revolusioner yang sadar menjadi
struktur partai yang disiplin. Rujukannya adalah โpartai revolusionerโ, โpartai
revolusioner demokratikโ, โpartai buruh demokratikโ, yang keanggotaannya atas
model Leninis yang sejati. Sjahrir juga menganggap bahwa buruh adalah pelopor
perjuangan melawan imperialisme di Indonesia dan memperkuat perjuangan kelas
buruh internasional melawan kapitalisme dunia.[19]
Inilah
beberapa buah pemikiran Sjahrir yang akhirnya ia membuat partai yang disebut
PSI (Partai Sosialis Indonesia). Partai ini tidak pro-soviet atau pro-Amerika,
meskipun beraliran Sosialis, karena, Sjahrir adalah seorang Sosialis yang
Demokratik. Pemikiran Sjahrir ini akan menjadi pembanding dengan pemikiran
Hatta.
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN
MOHAMMAD HATTA
Hatta
adalah seorang pemikir yang berfokus pada bidang ekonomi politik. Tidak ada
yang tau bagaimana sebenarnya ideologi dari Hatta. Sebelum membahas lebih jauh
tentang ideologi dari Hatta, perlu membahas terlebih dahulu bagaimana
perhimpunan Indonesia bergerak dan sistem organisasinya saat Hatta masih
menjabat disana. Ada pasal-pasal ekonomi yang menjadi pegangan perhimpunan
Indonesia yaitu:
- Memajukan koperasi pertanian dan
bank-bank rakyat.
- Memajukan kerajinan nasional atas
dasar koperasi.
- Penghapusan sistem pajak bumi.
- Penghapusan tanah bertikelir dalam
waktu dekat.
- Pengaturan kewajiban membayar pajak
yang adil dengan membebaskan petani-petani yang memiliki tanah yang kurang
dari setengah bahu dari pembayaran pajak.[20]
Dari lima pasal itu, sangat jelas bahwa
ini menjelaskan sebuah kehendak untuk menggerakkan kekuatan ekonomi rakyat, dan
menggunakan lembaga koperasi sebagai badan usaha yang harus dikedepankan. Dasar
sosialisme juga berada dalam pikiran Hatta, utamanya adalah pasal yang muncul
dalam UUD 1945 yaitu pada pasal 33:
- Ayat 1: Perekonomian harus disusun
sebagai usaha bersama, berdasarkan atas asas kekeluargaan.
- Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai
oleh negara.
- Ayat 3: Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[21]
Pemikiran ekonomi inilah adalah
sumbangsih dari Hatta, dimana sebenarnya dalam pasa 33 UUD tersebut sama halnya
dengan sebuah konsep koperasi, itu disampaikan oleh Hatta pada pasal penjelas
dari UUD itu. Penjelasan tersebut berbunyi bahwa ekonomi yang disusun sebagau
usaha bersama, bentukya adalah koperasi.[22] Keinginan Bung Hatta
untuk perekonomia Indonesia ini muncul benih-benihnya saat memang Hatta masih
bersekolah di Belanda, bahkan dalam pasal tersebut tetap sama kata-katanya
sejak Hatta menyusunnya. Pemikiran Hatta muda hingga saat menjadi Wakil
Presiden tetap konsisten dengan tujuannya yaitu Koperasi untuk perekonomian
bangsa Indonesia.
Uraian yang ada diatas utamanya adalah
sebuah pemikiran Koperasi, merupakan sebuah pemikiran yang selalu menjadi
patokan buat Hatta. Hatta adalah seorang yang memiliki pemikiran sosialisme dan
merupakan lawan dari pemikiran kapitalisme yang merupakan mainstream pikiran ekonomi Eropa dan juga Amerika Serikat.[23] Sosialisme yang dianut
oleh Hatta ini bukanlah sosialisme/komunis, melainkan sebuah sosialisme
demokrasi yang diikuti oleh seorang tokoh bernama Sutan Syahrir. Kenapa harus
sosialisme demokrasi, karena apabila sosialisme digunakan dalam bidang
kehidupan sosial dan ekonomi tidaklah terpisahkan dari idela demokrasi.[24] Hatta dan Syahrir adalah
sahabat dekat, bahkan saat di Belanda, kedua tokoh inilah adalah seorang democratiche socialistem yang moderat.
Saat masih muda dan masih belajar di
negara Belanda, Hatta adalah pendukung sebuah konsep โnonkooperasiโ yaitu suatu
kebijakan yang dianut oleh gerakan kemerdekaan di negara lain, contohnya Turki
dan India.[25]
Hatta menyampaikan dalam sebuah pidatonya pembelaannya, bahwa โkooperasi hanya
mungkin terjadi antara dua kelompok yang memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama dan, lebih jauh lagi, kepentingan yang samaโ. Hatta
menyatakan, โjika kondisi ini tidak terpenuhi, kooperasi hanya berarti bahwa
pihak yang kuat mengganggu pihak yang lemah, dan menggunakan yang tersebut
kemudian sebagai alat untuk mendukung kepentingan-kepentingannya sendiriโ.
Nonkooperasi membantu memperlemah ikatan yang diciptakan oleh โpersekutuanโ.
โia mempertajam antithesis kolonial, menandai pemisahan antara penguasa dan
yang dikuasai, yang kelihatan menjijikkan dan ke dalam ia berguna sebagai
pemersatuโ.[26]
Pemikiran ini meruapakan suatu bentuk kritikan terhadap kolonial yang menjajah
Indonesia hanya untuk mengambil apa yang ada di Indonesia untuk kepentingan
bangsa penjajah. Pemikiran โnonkooperasiโ yang digagas oleh Hatta, menjadikan
sebuah pergantian nama kesatuan politik โHindia Timur Belandaโ menjadi โ
Indonesiaโ.[27]
Hatta disini benar-benar melihat bahwa bangsa-bangsa lain bisa bangkit dan
melawan penjajah, contohnya keberhasilan kekuatan gerakan nasionalis India di
bawah kepemimpinan Gandhi.
Hatta belajar Kooperasi saat berada di
Skandinavia, dimana ada tiga negara yang dikunjungi oleh Hatta untuk belajar
Kooperasi, yaitu Denmark, Swedia dan Norwegia. Tiga negara itu sukses
menerapkan sistem kooperasi. Denmark terkenal dengan kooperasi pertanian yang
sanggup dengan kooperasinya langsung mengirimkan hasil pertaniannya, seperti
mentega, keju dan telur ke luar negeri seperti Amerika Serikat. Swedia terkenal
karena majunya kooperasi konsumsi. Norwegia terkenal dengan kooperasi
perikanannya.[28]
Secara pemikiran ekonomi, Hatta adalah
seorang pemikir tentang kooperasi, sedangkan secara politik, Hatta
berideologikan Sosialisme Demokrasi. Hatta adalah orang yang memang menentang
penjajahan, sehingga dia sangat setuju dengan konsep โnonkooperasiโ terhadap
pemerintah kolonial Belanda. Hatta menginginkan Indonesia bisa mandiri seperti
yang dilakukan negara yang terjajah lainnya, contohnya India. Hatta juga bisa
disebut sebagai seorang pemikir demokrasi. Dia sangat setuju dengan demokrasi
sebuah konsep demokrasi parlementer, sehingga disinilah saat ia masih di Belanda,
sering menimbulkan perbedaan pemikiran dengan Tan Malaka. Hatta sebagai seorang
yang condong dengan demokrasi parlementer dan banyak partai politik, sedangkan
Tan Malaka lebih menyukai sistem satu partai.[29]
Hatta adalah seorang yang tidak membawa
nilai-nilai demokrasi ala barat atau yang sedang berkembang. Tetapi pemikiran
Hatta, demokrasi itu harus berasal dan mengakar di kaum-kaum pribumi dari
Indonesia, tidak semena-mena import dari barat dan mengandung unsur asing.[30] Sehingga disinilah saat
Hatta sudah tidak lagi menjabat Wakil Presiden, Hatta benar-benar kritis dan
mengingatkan Soekarno tentang arti penting demokrasi di Indonesia melalui
surat-suratnya. Konsep demokrasi ala Indonesia yang diungkapkan oleh Hatta,
telah tertuang dalam sebuah bukunya yang berjudul Demokrasi Kita. Demokrasi
yang ditekankan oleh Hatta dalam buku Demokrasi Kita adalah tentang kedaulatan
rakyat bukan kedaulatan tuan, dan menonjolkan sistem permusyawaratan.
Awalnya Hatta memaparkan tentang
Kebangsaan dan Kerakyatan. Kebangsaan adalah suatu roh yang dapat membangkitkan
pergerakan kemerdekaan yang tidak dapat disia-siakan, sekalipun oleh mereka
yang tidak menyukainya.[31] Kerakyatan, saat Hatta
masih berada di PNI Baru atau Pendidikan Nasional Indonesia, PNI Baru memiliki
asas kerakyatan yang mengandung arti bahwa โkedaulatan ada pada rakyat. segala
hukum (peratiran-peraturan negeri) haruslah bersanda pada perasaan keadilan dan
kebenaran yang hidup dalam hati rakyat yang banyak, dan aturan penghidupan
haruslah sempurna dan berbahagia bagi rakyat kalau ia beralaskan kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan
rakyat ini yang menjadi sendi pengakuan oleh segala jenis manusia yang beradab,
bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiriโ.[32]
Demokrasi yang dibawa oleh Hatta tidak
terlepas dari Demokrasi Parlementer, Hatta mengungkapkan bahwa Demokrasi atau
Pemerintahan Rakyat sekarang dilakukan dengan jalan perwakilan. Rakyat memilih
wakil-wakilnya tiap waktu yang ditentukan didalam Dewan Rakyat. Menurut Hatta, dasar demokrasi sekarang, Pemerintah
dapat berdiri kalau diakui dan disetujui oleh parlemen. Dewab rakyat dapat
menjatuhkan pemerintah setiap waktu dengan menerima mosi tanda tidak percaya
atau dengan menolak bregoting yang
dipertimbangkan oleh pemerintah kepada parlemen dan apabila pemerintah yang
dijatuhi itu menyangka bahwa gelagat Dewan Rakyat itu tidak cocok dengan
kemauan rakyat yang terbanyak, maka ia berhak membubarkan dewan rakyat dan
mengadakan pemilihan baru untuk menduga kemauan rakyat yang sebenarnya.[33] Inilah pemikiran
demokrasi parlementer ala barat yang dipaparkan oleh Hatta.
Hatta juga mengungkapkan bahwa Demokrasi
adalah pemerintahan rakyat, menurut dasarnya adalah bahwa rakyat dapat
menentukan nasibnya tidak saja ada pucuk pemerintahan negeri melainkan juga
pada setiap tempat di kota, di desa dan di daerah, jadi ada sebuah hak otonomi
dalam menentukan peraturannya masing-masing tetapi tetap berpedoman dan
menjalankan peraturan tertinggi.[34] Kalimat ini menunjukkan
bahwa Hatta adalah seorang pengagum bentuk federasi dalam suatu negara atau
otonomi, bukan sebuah kekuasaan yang terpusat.
Demokrasi ala barat yang dipaparkan oleh
Hatta menurutnya akan berbeda apabila diterapkan dalam suatu negara Indonesia
yang memiliki berbagai macam golongan masing-masing. Setelah menjelaskan
demokrasi barat, kini Hatta menjelaskan demokrasi Indonesia, mula-mula Hatta
memaparkan sendi perumahan Indonesia Merdeka. Pertama, cita-cita rapat yang hidup dalam sanubari rakyat Indonesia
dari zaman dahulu sampai sekarang dan tak luput karena tindasan yang berbagai
rupa. Kedua, cita-cita masa protes,
yaitu hak rakyat untuk membantah dengan cara umum segala peraturan negara yang
dipandang tidak adil. Ketiga,
cita-cita tolong menolong. Sebab itulah, maka semenjak 1925 kita tidak puas
membuat propaganda untuk koperasi, sebagai dasar perekonomian Indonesia.[35]
Hatta mengungkapkan untuk menggunakan
Demokrasi yang asli dari Indonesia, harus melihat kondisi Indonesia yang
dulunya memiliki sistem kerajaan dan adanya feodalisme (penindasan). Dahulu, demokrasi
hanya ada di tingkat bawah dan hanya ada pada pemerintahan desa sehingga itu
disebut sebagai Desa-Demokrasi. Sehingga untuk menggunakan demokrasi ala
Indonesia, harus merubah kedalam โKedaulatan Rakyatโ, supaya terdapat peraturan
pemerintahan rakyat untuk Indonesia pada umumnya. Sehingga Desa-Demokrasi yang
cenderung Daulat Tuanku menjadi Daulat Rakyat, yaitu suatu sistem yang
memungkinkan rakyat harus menjadi raja atas dirinya sendiri.[36]
Kedaulatan Rakyat adalah kekuasaan yang
dijalankan oleh rakyat atau atas nama rakyat diatas dasar permusyawaratan
sehingga menghasilkan kemufakatan. Tetapi, karena besarnya daerah-daerah di
Indonesia ini, permusyawaratan harus dijalankan dengan jalan perwakilan.[37] Jadi, Hatta disini
memaparkan, bahwa Indonesia yang luas ini dulunya memiliki sistem
Desa-Demokrasi, dimana kesepakatan dilakukan dengan cara mufakat dalam rapat
desa. Untuk bisa menentukan apa demokrasi yang harus dijalankan Indonesia yaitu
dengan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat diamana rakyat memegang kekuasaan
atas dirinya sendiri, dalam menentukan sebuah keputusan, kedaulatan rakyat
membutuhkan perwakilan, baik itu ditingkat daerah kota, provinsi dan pusat.
Perwakilan ini bertujuan untuk memusyawarahkan setiap keputusan yang
berhubungan dengan rakyat, tetapi setiap peraturan yang akan dibentuk tidak
boleh terlepas dari dasar-dasar aturan yang telah ditetapkan.
Hatta disini memang seorang dengan
pemikiran demokrasi parlementer, tetapi dalam kasus Indonesia ini, Hatta
melihat kedaulatan rakyat sangat dibutuhkan, sehingga demokrasi yang harus
dijalankan adalah demokrasi sosial. Demokrasi sosial meliputi seluruh
lingkungan hidup yang mennetukan nasib manusia, dan menurut Hatta demokrasi
dapat berjalan baik apabila rasa tanggung jawab dan toleransi pada pemimpin-pemimpin
partai politik.[38]
Demokrasi sosial memiliki tiga pokok menurut Hatta, Pertama, paham sosialis barat yang telah menarik perhatian karena
dasar-dasar peri-kemanusiaan. Kedua, ajaran
Islam yang menuntuk kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta
persaudaraan antara manusia sebagai makhluk Tuhan, sesuai dengan sifat Allah
yang pengasih dan penyayang. Ketiga,
pengetahuan bahwa masyarakat Indonesia berdasarkan kolektivitas.[39]
Bahkan dalam tulisan dari Sjafrudin
Prawiranegara, ia mengakui bahwa Hatta adalah seorang demokrat sejati yang
cinta kepada kebenaran dan sebagai pemula lahirnya ORI (Oeang Republik
Indonesia).[40]
Dalam tulisan Sjafrudin ini, Bung Hatta adalah seseorang yang selalu
mengutamakan kebenaran dan keadilan, termasuk saat menyikapi ORI. Konsep ORI
meruapakan hasil pemikiran dari Sjafrudin, awalnya memang ditolak, tetapi
disini Bung Hatta berfikir kembali sehingga gagasan itu dapat diterima oleh
Bung Hatta. Sjafrudin mengungkapkan bahwa Hatta adalah seseorang yang berjiwa
demokrat, yang dengan segala kesungguhannya dan keiklasannya selalu mencari
kebenaran sebagai landasan perjuangan untuk mencapai kemerdekaan yang dengan
demikian menjadi identic dengan keadilan.[41]
Itulah pemikiran-pemikiran dari Hatta
yaitu soal ekonomi yang dasarnya adalah koprasi, nonkooperasi terhadap
kolonial, seorang Ideologi Sosialis Demokrasi dan sebagai pengkonsep demokrasi
asli Indonesia melalui bukunya Demokrasi Kita.
SIKAP POLITIK
HATTA
Hatta
memiliki sikap nonkooperasi terhadap penjajah Belanda, hal itu ditunjukkan saat
ia berada di Belanda dan tergabung dalam Perhimpunan Indonesia. Sikap
nonkooperasi terhadap kolonialisme ini ditunjukkan dengan tulisan-tulisannya.
Tulisan Hatta lama-kelamaan semakin menantang dan cenderung berubah kearah
sebuah revolusioner sejati dengan memusatkan diri pada sebuah pencapaian
kemerdekaan Indonesia. Tindakannya itu, menyebabkan perubahan pada dirinya
menjadi akar-akar sikap revolusioner.[42]
Pada
tahun 1923, Hatta adalah seorang propagandis terkemuka bagi Liga Mahasiswa Indonesia,
yang sekarang namanya adalah Perhimpunan Indonesia atau PI. Ia terkenal dengan
tulisan-tulisannya yang tajam dan dengan keahliannya dalam bidang ekonomi,
bahkan dia memegang erang teori-teori ekonomi yang diajarkan oleh ahli-ahli
ekonomi Belanda.[43]
Saat itu media yang digunakan Hatta dalam menyuarakan tulisan-tulisannya adalah
surat kabar Indonesia Merdeka. Pada
tahun 1926 saat PKI pecah, ternyata Hatta mempunyai sikap bahwa siapapun
rekan-rekan eks PI diharapakan bisa bergabung dengan kubu komunis. Menurut
Hatta, bekerjasama dengan komunis tidak merugikan, sejauh kita tidak kehilangan
prinsip-prinsip kita, ia memperkuat pembentukan blok nasional.[44]
Hatta
saat menjelang kemerdekaan Indonesia itu juga memiliki sikap untuk membentuk
partai baru saat mengetahui PKI dilarang. Partai yang digagas oleh Hatta ini
bertujuan untuk menggantikan PKI dimana partai baru ini menempatkan agama dan
ideologi asing harus ditempatkan dibawah nasionalisme Indonesia. Partai yang
diusulkan Hatta ini bergerak dalam bidang pendidikan karena memang dibentuk
oleh PI. Partai tersebut bertujuan untuk menciptakan suatu pemerintahan
Indonesia, dengan sepenuhnya berdasarkan demokrasi dengan masyarakat pedesaan
sebagai unsur pokok. Menerapkan ekonomi koperasi untuk melawan kekuasaan perusahaan
asing dan menghapus riba.[45]
Sikap
Hatta yang nonkooperasi terhadap Belanda membuat ia di tangkap dan dipenjara
saat berada di Belanda, dengan tuduhan karena mereka para perhimpunan Indonesia
merancang penggulingan negara Belanda dengan kekerasan.[46] Namun sikap Hatta disini
tetap tenang dalam menghadapi introgasi, dan saat waktu sidang, Hatta
sendirilah yang membacakan pidato pembelaannya, bahkan Hatta tidak takut
menyerang Belanda, dengan menggambarkan mereka sebagai picik dan borjuis,
berpikir sempit dan licik.[47] Akhirnya hasil sidang
memutuskan bahwa Hatta dan ketiga temannya dinyatakan tidak bersalah dan bebas.
Cara pembelaan Hatta tersebut menginspirasi Soekarno saat dia juga ditahan oleh
kolonialisme Belanda. Soekarno juga membacakan sendiri pidato pembelaannya,
sebuah pidato maraton yang berlangsung dua hari dengan format yang sama dengan
pidato pembelaan Hatta yaitu sebuah kecaman atas kolonialisme dan penggambaran
dampaknya yang mengerikan terhadap rakyat Indonesia.[48]
Hatta
adalah seseorang yang memiliki sikap konsisten dalam pikirannya, ucapannya atau
tulisannya, sehingga sikap yang selalu ia ambil benar-benar sudah
diperhitungkan oleh Hatta. Ia juga memiliki evektifitas yang disiplin tinggi
dan keyakinan yang teguh. Keberaniannya tidak tampak dalam gemuruh pidato yang
berapi-api, tetapi dalam ketenangan menghadapi penderitaan.[49] Konsistensi sikapnya
terbukti dalam setiap pemikirannya, bahwa dia non-kooperasi, memiliki jiwa
ekonomi berlandaskan koperasi, demokrasi sebagai cara hidup sebuah negara yang
baik dan harus asli dari Indonesia. Itulah kekonsistenan Hatta dalam berfikir
dan dituangkan dalam sikapnya.
Hatta
juga memiliki sikap yang tegas saat Soekarno ditahan, ia tidak menyembunyikan
kesedihan dan kemarahannya bahwa Soekarno ditangkap oleh pemerintah Belanda,
tetapi kesedihannya tidak diperlihatkan secara sentimental, tetapi dengan sikap
seorang yang teguh pendirian dan yakin akan kenyataan bahwa pengorbanan dan
penderitaan adalah hal yang tak terhindarkan dalam perjuangan politik.[50]
Sikap
nonkooperasi Hatta juga ditujukkan saat PNI dibubarkan dan digantikan dengan
partai alternative yaitu Partindo (Partai Indonesia) yang digagas oleh Sartono.
Hatta sangat menentang dengan munculnya Partindo dan memiliki sikap agar
Golongan Merdeka dapat menerbitkan sebuah majalah yang akan mengumandangkan
konsep rakyat ketimbang kedaulatan elit yang berjudul Daulat Raโjat. Sikap ini ditunjukkan karena Partai yang bersifat
kooperasi terhadap penjajah atau kolonial.[51]
Hatta
juga mempunyai sikap kelegawaan, itu ditunjukkan saat penyusunan Undan-Undang
Dasar. Hatta dengan pemikirannya yang federasi, melawan Soekarno yang memiliki
pemikiran sentralistik. Hatta sangat menekankan adanya otonomi daerah sedangkan
Soekarno tidak. Hatta yang memiliki konsep partai politik sebagai sarana yang
memungkinkan berbagai golongan dalam masyarakat untuk mengungkapkan sudut
pandang masing-masing, berbeda dengan Soekarno yang menganggap bahwa organisasi
semacam partai politik bisa mengancam persatuan.[52] Hatta juga legawa, saat
sistem parlementer yang dia usulkan kalah dengan usulan sistem presidensil yang
menempatkan Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Pemikirannya
yang demokratis menjadikan Hatta sebagai seorang peletak dasar utama negara
demokrasi konstitusional, baik dalam tataran konsep, pelembagaan maupun
praktik-praktik pelaksanaannya. Sebab, sekalipun teks atau Batang Tubuh UUD
1945 tidak tegas dan jelas menggambarkan Negara Konstitusional, namun dalam
praktek ketatanegaraan Hatta terus berupaya menerjemahkan dan menjalankan
dengan menggunakan prespektif negara demokrasi konstitusional.[53] Berikut ini ada beberapa
langkah yang memperlihatkan keterlibatan Hatta dalam mendekatkan cita-cita
menuju negara demokrasi konstitusional, yaitu:
- Mengeluarkan Maklumat X 16 Oktober
1945, yang melepaskan penumpukan kekuasaan MPR, DPR di tangan Presiden
yang memegang kendali eksekutif, ke lembaga Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP).
- Manifesto Politik 1 November yang
berisi asas-asas dasar negara yang telah disetujui oleh Badan Pekerja
KNIP.
- Maklumat 3 November 1945 tentang
seruan pembentukan partai-partai politik.
- Dekrit pemerintah 14 November 1945
tentang pembentukan Kabinet Parlementer.
- Janji untuk menyelenggarakan
Pemilihan Umum.[54]
Dari kelima hal ini, merupakan sikap kesabaran
dan kelegawaan Hatta, dimana awalnya ia kalah dalam perdebatan parlementer,
presidensil dan partai politik. Tetapi sebagai peletak dasar negara demokratis,
inilah bentuk sikap Hatta, bahwa memang Indonesia membutuhkan sebuah demokrasi
dalam menjalankan sistem kenegaraan. Memunculkan partai politik yang sebenarnya
ditentang oleh Soekarno. Maklumat 3 November 1945 tersebut merupakan maklumat
yang ditanda tangi oleh Wakil Presiden yaitu Hatta. Dengan berubahnya sistem
menjadi parlementer, membuat Indonesia pada tanggal 14 November 1945 memiliki
Perdana Menteri pertama yaitu Sutan Syahrir.[55]
Cita-cita demokrasi parlementer yang
digaungkan Hatta akhirnya terwujud, tetapi Hatta tetap memiliki keutama selagi
demokrasi itu berjalan, yaitu didahului oleh pendidikan dalam tanggung jawab
politik, karena sistem ini bukanlah sistem yang dikenal oleh orang jawa, bahkan
masyarakat Indonesia.[56]
Hatta sebagai perwakilan pemerintah,
juga bisa memberikan sebuah solusi yang tepat saat adanya pemberontakan PKI
Madiun dan Perang Dingin Amerika serta Unisoviet. Soekarno dan Hatta saat itu
dituduh sebagai biang kekacauan di Madiun dan penculikan-penculikan aktivis PKI
di Solo.[57]
Hatta saat itu menjelaskan situasi tersebut didepan Badan Pekerja Nasional
Pusat (BP-KNP), bahwa memang saat itu situasi sedang tidak karuan, termasuk
adanya pertentangan antara Amerika dan Unisoviet/Rusia. Hatta dalam pidatonya
dengan tegas menyatakan bahwa:
Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus
kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan politik
internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan
sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia
Merdeka seluruhnya.[58]
Pernyataan
tersebut menggambarkan atau cikal-bakal sikap pemerintah bahwa, Indonesia
memiliki sikap dan kebijakan luar negeri yang bebas aktif. Bahwa Indonesia
tidak memihak kepada keduanya, sehingga disinilah nantinya akan melahirkan
suatu gerakan Non-blok yang memang gagasannya dari Indonesia.
Pada
tanggal 1 Desember 1956, Hatta menyatakan untuk berhenti sebagai Wakil
Presiden. Ia rela meninggalkan jabatan yang sudah dia lakukan selama 11 tahun
lamanya sejak tahun 1945. Surat pengunduran diri Hatta diserahkan kepada
parlemen yaitu DPR dengan tebusan kepada Presiden dan Dewan Menteri.[59] Surat pengunduran diri
Hatta sebenarnya diserahkan ke parlemen tanggal 20 Juli 1956, tetapi tidak ada
tanggapan sehingga Hatta mengirim kembali surat pengunduran diri pada hari
Jumat tanggal 23 November 1956 dan dengan pertimbangan-pertimbangan sehingga
baru sah Hatta mengundurkan diri yaitu pada tangga 1 Desember 1956.
Mundurnya
Hatta sebagai Wakil Presiden, menimbulkan tanda tanda tanya besar, apakah
Soekarno dan Hatta sedang berkonflik sehingga Hatta tidak sepakat dan akhirnya
mundur dari jabatan Wakil Presiden. Memang sebelum kemerdekaan sampai
kemerdekaan Indonesia tercapai, Hatta dan Soekarno selalu berbeda secara
pemikiran politik. Hatta memiliki pemikiran yang jauh lebih modern dengan
pengaruh baratnya, sedangkan Soekarno memiliki pemikiran tradisional yang
terpengaruh dengan budaya Jawa. Kemunduran Hatta karena kekuasaannya tidak
kongkrit, hanya mempunyai kekuasaan tugas seremonial saja.[60]
Hatta
juga melihat, bahwa Soekarno kedepan akan mengubur yang namanya partai politik
dengan membuat sebuah Demokrasi Terpimpin. Dari sinilah kritik Hatta terhadap
Soekarno melalui buku yang dikeluarkan oleh Hatta yaitu Demokrasi Kita. Hatta
juga melihat bahwa pemikiran Soekarno sudah tidak relistis, menurut Hatta,
negara jangan sampai menjadi kekuatan sacral yang tidak bisa dipertanyakan
tindakannya. Sakralisasi adalah godaan besar negara demokratis modern.
Sakralisasi tidak akan pernah menempatkan subjek-subjek didalam negara dalam
kedudukannya yang lepas-lepas. Disinilah mata rakyat harus dibuka mengenaik
kedudukan sebenarnya dari kekuasaan.[61]
Hatta
juga melihat tidak hanya pemikiran, tetapi juga figure Soekarno yang memang
dekat dengan mistis, bahkan orang sering mengkaitkan kewibawaannya dengan
wangsit raja Majapahit. Soekarno pernah berujar pada saat usia dua puluh tahun
ia memperoleh wahyu politik yang kuat. Bahkan orang sering masih membicarakan
pusaka-pusaka yang berhubungan dengan Soekarno. Dari sisi inilah menurut Hatta
sangat tidak masuk akal tetapi dapat dimengerti oleh masyarakat tradisional.[62] Inilah yang menyebabkan
tatanegara Indonesia yang rasional dan demokratis yang diupayakan Hatta
terhalang oleh gelombang tradisional dimana perwujudannya ada pada seorang
pemimpin yaitu Soekarno. Keduanya memang disebut sebagai Dwitunggal dimata
publik, tapi nama Hatta seakan-akan tenggelam di bawah baying-bayang Soekarno.
Menarik
dari sikap Hatta saat mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden bahwa Hatta
masuk kehidupan politik dalam kesederhanaan dan meninggalkan panggung politik dalam
kesederhanaan pula. Sesuatu yang kini jarang kita saksikan. Tugas dan kewajiban
elit adalah mendugai adanya yang menjadi kehendak rakyat, dan selanjutnya
melapangkan jalan agar kehendak rakyat tersebut dapat terwujud. Kekuasaan pada
hakikatnya berdiri dibawah dan menjunjung kehendak rakyat.[63] Dari sisi inilah, Hatta
adalah seseorang yang sederhana, dan tidak pernah selama kekuasaannya, dia
mengambil hak rakyat. Hatta adalah seseorang yang sederhana, bahkan setelah
mengundurkan diripun, kondisi dia juga masih sederhana, tidak menampakkan
dirinya sebagai penguasa yang besar.
Inilah
sikap dari Hatta sebagai seorang yang nonkooperasi, demokrasi dan rasional.
Menarik bagi Hatta sebagai seorang sosialis, bahwa sosialis yang dibawa oleh
dirinya ternyata sebuah sosialisme religious. Dalam fikiran Hatta, sosialisme
itu timbul pertama-tama oleh karena suruhan agama, bukan mentah-mentah karena
pertentangan kelas menurut Karl Marx. Maka tidak mengherankan kalau sosialisme Hatta
disebut sosialisme religius. Sebagai seorang muslim yang saleh, Hatta selalu
mendasari segala sesuatunya pada asal dan tujuan kehidupan, yaitu Allah. Aliran
berkat Allah mendapat jalan dalam maksud-maksud lurus manusia. Maka politik
bagi Hatta sesungguhnya tidak kotor, tetapi suci.[64]
KESIMPULAN
Inilah
pemikiran dan sikap sebagai seorang pengagum demokrasi parlementer yang menjadi
sebuah catatan sejarah tentang Hatta. Hatta adalah seseorang yang realistis
dalam pemikiran dan sikapnya, rasional dan konsisten. Apa yang memang dia
suarakan, tidak pernah berubah dan kongkrit. Contohnya, Hatta memiliki
pemikiran koperasi untuk ekonomi Indonesia, hal itu telah ia cantumkan dalam
UUD dalam salah satu pasalnya. Maklumat yang mengisyaratkan untuk pembentukan
partai politik, ini juga merupakan salah satu buah pemikiran Hatta sebagai
penganut demokrasi parlementer dan partai politik. Hatta memiliki pemikiran
yang jauh lebih modern dan patut menjadi contoh untuk tata negara Indonesia
saat ini.
Konsep
Demokrasi Hatta yang dinamakan demokrasi kita juga patut untuk menjadi sebuah
pelajaran bagi elit-elit Indonesia saat ini. Hatta mengungkapkan โ bahwa
demokrasi membawa kebebasan, tetapi demokrasi yang tidak ada batasnya meluap
menjadi anarkiโ. Kata-kata Hatta tersebut harus menjadi pelajaran berharga
untuk bangsa kita saat ini yang menjadikan demokrasi sebagai alat kekuasaan dan
alat untuk membohongi rakyat. Hatta mengisyaratkan bahwa demokrasi itu tetap
harus ada batasnya, tidak bisa demokrasi itu terlalu bebas.
Hatta
juga memiliki pemikiran yang sama dengan Sjahrir yaitu nonkooperasi, hanya
saja, Hatta penuh dengan perhitungan dan tidak cenderung arogan. Sjahrir
memiliki perhitungan yang kurang dan cenderung arogan. Terbukti saat ia
memaksakan Soekarno-Hatta untuk sesegera mungkin memproklamasikan kemerdekaan yang
berbutut pada Soekarno yang dianggap banci oleh Sjahrir. Hatta juga memiliki
pemikiran yang sama dengan Sjahrir terkait sosialis dan demokratik. Hatta
memiliki konsep demokratik yang asli dari Indonesia, sedangkan Sjahrir adalah
sosok Revolusioner yang menginginkan agar rakyat dan kaum buruh untuk bisa
bergerak dalam melawan imperialis dan kolonialis.
Hatta
seorang pemikir Sosialis Religius karena dirinya sangat menjunjung nilai-nilai
agama dalam bertindak dan bersikap, bahkan pemikirannya-pun juga memiliki
pengaruh religius yaitu peikiran rasional dan sikap yang tidak arogan. Berbeda
dengan Sjahrir yang pemikirannya Sosialis Demokrasi yang terpengaruh dengan
pemikiran-pemikiran Lenin dan selalu berbicara tentang buruh serta kelas bawah.
Namun keduanya memiliki kesamaan sebagai seorang sosialis dan merupakan sahabat
dekat sejak ada di Belanda hingga Indonesia sudah mencapai kemerdekaannya.
Tanpa adanya kedua tokoh ini, Indonesia tidak akan bisa merdeka, buah
fikirannya adalah kunci kemerdekaan dari Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Budisantoso, In Nugroho. โHatta Mundur Karena Kecewa?โ dalam Rikard
Bagun (ed). (2002). Seratus Tahun Bung
Hatta. Jakarta: Kompas.
Hanafie, Haniah & Suryani.
(2011) Politik Indonesia. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.
Hatta, Mohammad. (2008-2011). Demokrasi Kita: Pikiran-pikiran tentang
Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat. Kholid O. Santosa (ed). Jakarta: Sega
Arsy.
Hatta, Mohammad. (2015) Mendayung diantara Dua Karang. A. Abu
Sakhi (ed). Bandung: Sega Arsy.
Hatta, Mohammad. (2011). Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi:
Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi. Mulyawan Karim (ed). Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara.
Karim, M. Ruslin. (1983-1993). Perjalanan Partai Politik di Indonesia:
Sebuah Potret Pasang-Surut. Jakarta: CV Rajawali.
Kleden,
Ignas. โMendayung diantara Asketik dan
Politikโ dalam Rikard Bagun (ed). (2002). Seratus Tahun Bung Hatta. Jakarta: Kompas.
Loethan, Anwar. Berhentinya Bung Hatta Sebagai Wakil
Presiden. Mr.
Sumanang, Mr. S.M. Rasjid, dkk (ed). Bung
Hatta: Mengabdi pada Cita-Cita Perjuangan Bangsa. Jakarta: Panitia
Peringatan Ulang Tahun Bung Hatta ke-70.
Mrazek, Rudolf. (1996). Sjahrir: Politik dan Pengasingan di
Indonesia. Mochtar Pabotingi, dkk (penerjemah). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Nasution,
Adnan Buyung. โJejak Pemikiran Hatta
dalam UUD 1945โ dalam Rikard Bagun (ed). (2002). Seratus Tahun Bung Hatta. Jakarta: Kompas.
Prawiranegara,
Sjafrudin. Bung Hatta Demokrat Sejati dan
Pemimpin yang Saya Hormati. Mr. Sumanang, Mr. S.M. Rasjid, dkk (ed). Bung Hatta: Mengabdi pada Cita-Cita
Perjuangan Bangsa. Jakarta: Panitia Peringatan Ulang Tahun Bung Hatta
ke-70.
Purbopranoto,
Prof Kntjoro. (1972). Bung Hatta dan
Demokrasi Kita. Mr. Sumanang, Mr. S.M. Rasjid, dkk (ed). Bung Hatta: Mengabdi pada Cita-Cita Perjuangan
Bangsa. Jakarta: Panitia Peringatan Ulang Tahun Bung Hatta ke-70.
Rose, Mavis. (1991). Biografi Politik Mohammad Hatta. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Sjahrir.
โIdeologi Hatta: Ideal, tapi Masih Relevankah itu ?โ dalam Rikard Bagun (ed).
(2002). Seratus Tahun Bung Hatta. Jakarta:
Kompas.
Swantoro, P. โGenesis Pemikiran
dan Cita-cita Bung Hattaโ dalam Rikard Bagun (ed). (2002). Seratus Tahun Bung Hatta. Jakarta: Kompas.
[4] Artinya adalah parfum, dan juga
nama seorang penyiar dari Persia, seorang sufi yang disegani yaitu Fariduddin
Al Aththar. Ibid., hlm 6
[6] P. Swantoro. โGenesis Pemikiran
dan Cita-cita Bung Hattaโ dalam Rikard Bagun (ed). Seratus Tahun Bung Hatta. Jakarta: Kompas, 2002, hlm 10
[12]
M. Ruslin Karim. Perjalanan Partai Politik di Indonesia:
Sebuah Potret Pasang-Surut. Jakarta: CV Rajawali, 1983-1993, hlm 40-41
[15] Rudolf Mrazek. Sjahrir: Politik dan Pengasingan di
Indonesia. Mochtar Pabotingi, dkk (penerjemah). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1996, hlm 451
[28] Mohammad Hatta. Untuk Negeriku, Sebuah Otobiografi:
Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi. Mulyawan Karim (ed).
Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2011, hlm 229-230
[31] Mohammad Hatta. Demokrasi Kita: Pikiran-pikiran tentang
Demokrasi dan Kedaulatan Rakyat. Kholid O. Santosa (ed).
Jakarta: Sega Arsy,
2008-2014, hlm 14
[38]
Prof Kntjoro Purbopranoto. Bung Hatta dan Demokrasi Kita. Mr.
Sumanang, Mr. S.M. Rasjid, dkk (ed). Bung
Hatta: Mengabdi pada Cita-Cita Perjuangan Bangsa. Jakarta: Panitia
Peringatan Ulang Tahun Bung Hatta ke-70, 1972, hlm 351
[40]
Sjafrudin Prawiranegara. Bung Hatta Demokrat Sejati dan Pemimpin yang
Saya Hormati. Ibid., hlm 322
[53]
Adnan Buyung Nasution. Jejak Pemikiran Hatta dalam UUD 1945. Op.cit., hlm 206
[55]
Haniah Hanafie &
Suryani. Politik Indonesia. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011, hlm 19
๐
BalasHapusSloty Casino (El Yucateco) - Mapyro
BalasHapusSloty Casino El Yucateco. Mapyro. 3131 Las Vegas ์ฉ์ธ ์ถ์ฅ์๋ง Blvd S. ์ฑ๋จ ์ถ์ฅ์๋ง Las Vegas, NV ๋ ผ์ฐ ์ถ์ฅ๋ง์ฌ์ง 89109. Directions. Closed. ์์ฐ ์ถ์ฅ์ต No rooms available. Rating: 3.8 ์์ธํน๋ณ ์ถ์ฅ์ต ยท โ5,488 reviews