KESALAHAN KLASIK DALAM MENJAGA WARGA NEGARA


Oleh : Kharisma Firdaus
            Indonesia memiliki potensi besar dalam berbagai sumber, termasuk Sumber Daya Manusia (SDM). Banyak masyarakat Indonesia yang memiliki nilai kepandaian dan kecerdasan yang seharusnya bisa membantu dalam kemajuan Negara Indonesia. Isu yang berkembang saat ini adalah kewarganegaraan ganda Menteri ESDM yang baru yaitu Arcanda Tahar, dimana beliau memiliki kewarganegaraan Indonesia dan Amerika Serikat.
            Arcandra memiliki segudang prestasi sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri ESDM. Beliau adalah lulusan Tehnik Mesin ITB dan lulusan dari University of Amerika. Keahliannya dalam bidang kilang lepas pantai atau offshore, membuat dirinya dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri ESDM menggantikan Sudirman Said. Arcandra sebelumnya juga menjabat sebagai Presiden Direktur Petroneering di Houston, yaitu sebuah perusahaan pengembang teknologi dan engineering yang focus dalam desain dan pengembangan kilang offshore yang lebih tahan lama, efektif dan aman. Keahliannya tersebut sudah dirinya lakukan lebih dari 14 tahun. Selain kilang lepas pantai, Arcandra juga memiliki keahlian di bidang hidrodinamika yang juga sama-sama ditekuni lebih dari 14 tahun, bahkan beliau juga memiliki tiga hak paten pada bidang pengembangan migas lepas pantai.
            Prestasi yang begitu besar tersebut memiliki keberuntungan tersendiri bagi Indonesia, bahwa ada warga negaranya yang disebut sebagai ahli kilang lepas pantai. Prestasi tersebut ternyata tidak diimbangi dengan kewarganegaraan Arcandra. Beliau diisukan memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu Indonesia dan Amerika Serikat. Saat ini belum diketahui secara jelas apakan memang benar, Arcandra selaku Menteri ESDM memiliki kewarganegaraan ganda.
            Masalah ini hampir sama saat Soeharto memanggil B.J. Habibie untuk pulang ke Indonesia dan membuat pesawat untuk Indonesia. B.J. Habibie memiliki kemampuan yang sama dengan Arcandra, prestasinya begitu banyak dan sama-sama memiliki keahlian yang bisa membuat harapan besar Indonesia untuk menjadi Negara maju. Perbedaannya, saat itu Habibie tidak memiliki kewarganegaraan Jerman, tetapi memiliki kewarganegaraan Indonesia, hanya saja Habibie menetap begitu lama serta berprestasi dibidang pesawat terbang bersama Negara Jerman.
            Habibie mulai tersingkir dipanggung politik Indonesia saat menjabat Presiden Indonesia ke-3. Habibie saat itu diteriaki penghianat oleh banyak sekali anggota DPR, hal tersebut membuat Habibie akhirnya tersingkir bahkan terbuang. Proyek pesawat terbang yang dikerjakan dan dikembangkannya mengakibatkan terbengkalai sia-sia.
            Habibie mungkin adalah satu contoh warga Indonesia yang memiliki segudang Prestasi untuk Negara, sebenarnya, masih banyak juga warga Negara Indonesia yang memiliki prestasi sangat baik, tetapi justru akhirnya memilih pindah kewarganegaraan dari pada tetap menjadi warga Negara Indonesia. Banyak warga Negara Indonesia yang bekerja di Negara lain tetapi justru memilih untuk menjadi Warga Negara Asing karena disana mereka dilindungi, digunakan dan tidak sia-sia apabila memiliki penemuan.
            Kasus hilangnya status WNI merupakan suatu hal yang komplek, termasuk kepada orang-orang yang berprestasi dan berkiprah di luar negeri. Kasus tersebut merupakan kasus klasik Negara Indonesia, dan inilah sebenarnya permasalahan Indonesia yang dari dulu hingga sekarang belum juga terpecahkan. Kalau kita melihat Bapak Habibie saat pulang ke Indonesia, beliau dengan tegas tidak mau berpindah kewarganegaraan Jerman dan tetap setia dengan Indonesia, sehingga kepulangan Habibie begitu mudah untuk dilakukan.
            Kondisi saat ini membutuhkan klarifikasi secara langsung dari Bapak Arcandra dan Pemerintah dalam melihat isu yang saat ini sedang berkembang. Ketegasan sangat diperlukan untuk bisa benar-benar menyelessaikan masalah ini. Apabila Bapak Arcandra terbukti memang berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS), maka disini sudah melanggar UU No. 39/2008 tentang kementerian Negara, selain itu Arcandra juga melanggar UU No. 6/2011 tentang keimigrasian dan UU No. 12/2006 tentang kewarganegaraan.
            Posisinya disini keduanya memiliki titik kesalahan, Bapak Arcandra bisa saja berbohong kepada Presiden Jokowi bahwa dirinya masih berkewarganegaraan Indonesia, dan Pemerintah dalam arti disini Presiden Jokowi, kurang teliti dalam memilih para menterinya sehingga hal terkecil bisa kecolongan. Sebenarnya memanggi Bapak Arcandra untuk menjadi Menteri dibidang yang sangat strategis yaitu ESDM merupakan suatu trobosan yang sangat baik. Indonesia saat ini membutuhkan orang-orang yang seperti itu, tetapi disisi lain Indonesia juga membutuhkan orang-orang yang setia terhadap bangsanya.
            Banyak orang-orang Indonesia yang berkiprah di luar negeri karena ladang disana sangat baik dan dinilai lebih maju. Kesalahan inilah yang selalu diulang-ulang oleh Indonesia termasuk Pemerintah kita. Prestasi yang didapat oleh orang Indonesia tidak berguna di negaranya sendiri, padahal itu adalah suatu kesempatan buat Indonesia. Kesalahan ini adalah akibat dari sebuah kepentingan politik di Indonesia yang cukup besar. Seorang Teknokrat kalah dengan seorang Politisi, padahal kondisi Indonesia di era Globalisasi saat ini adalah Teknokrat handal yang asli dari Indonesia untuk membangun Negara ini.
            Presiden Jokowi tidak salah dalam memanggil Bapak Arcandra, dan Bapak Arcandra juga tidak salah untuk pulang ke Indonesia untuk memajukan Negara ini dibidang ESDM. Kesalahannya adalah terletak pada kepentingan politik Negara Indonesia. Jangan sampai ada Habibie lain yang dikecewakan karena ada sebuah kepentingan politik. Kasus kewarganegaraan ini merupakan ladang kepentingan politik, hanya ketegasan yang bisa melawan itu semua.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CRITIKAL REVIEW BUKU FRANZ MAGNIS SUSENO: ETIKA JAWA

REVIEW BUKU SOEMARSAID MOERTONO: NEGARA DAN USAHA BINA-NEGARA DIMASA LAMPAU

Kontrak Sosial Montesquieu dan Rousseau